Friday, August 28, 2015

Gunung Merbabu, Gunung berpasir

                Pendakian ketiga adalah mendaki gunung merbabu. Gunung merbabu adalah gunung yang sudah berstatus tidak aktif dan banyak didaki oleh para pendaki baik pemula maupun yang sudah ahli. Pemandangan dari gunung merbabu selalu menarik untuk dinikmati. Banyak yang mengatakan bahwa merbabu adalah gunung yang PHP(pemberi harapan palsu) karena puncaknya yang nampak dekat di mata namun jauh di hati, eh jauh di kaki. Jalur pendakiannya sendiri, setahu aku sih ada tiga, jalur selo, jalur wekas dan yang baru-baru ini dibuka adalah jalur suwanting yang katanya memiliki pemandangan yang luar biasa enchanted! Huehehhe
                Okay! Rencana awalnya sih, aku diajak mendaki oleh salah satu teman SMA. Nah, karena kebetulan, teman-teman parwi (yang biasa ngajakin naik gunung) sudah mendaki merbabu dan aku belum pernah. Maka, aku iya-in saja deh. Kebiasaan orang kalau bikin janji kan wacana doangkan? Aku ga pengen kaya gitu. Akhirnya, aku nyari-nyari temen buat diajakin naik. Ada Atuk, Lala, Ningrum, Vian dkk. Eh pas mendekati hari keberangkatan, kakak kelas SMA minta mau ikut juga, namanya Mas Avan. Tararara banyak banget deh yang mau ikut.
                Tapi pas mendekati hari H yang fix jadi ikut hanya empat orang, Flora, Fenta, Atuk dan Mas Avan. Kami berangkat pukul setengah 2 setelah solat jumat, sebelumnya, kami prepare dulu, sewa menyewa tenda, sleeping bag dan matras. Kami berangkat menuju jalur pendakian gunung merbabu via Selo. Karena titik kumpulnya di Muntilan, kami berangkat lewat Talun kemudian Ketep dan menyusuri jalan menuju basecamp. Pukul setengah empat kami tiba di basecamp pendakian. Setelah sholat ashar, bersiaplah kami mendaki. AAAA! Tamu bulanan malah datang! Tidak pas banget waktunya. Tapi karena sudah prepare dan lain sebagainya. Aku tetap niat untuk mendaki. Pukul lima tepat kami memulai pendakian. Langkah demi langkah menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak.
                Bulan-bulan ini memang naik gunung menjadi hits banget, tidak heran kalau selama pendakian banyak banget pendaki yang turun maupun naik. Sampai lelah Flora bilang “Mari mas” “Monggo” “Semangat” tapi kita tetap harus sopan dan saling menghormati kan. Pukul enam lebih beberapa menit kami berhenti di tempat yang landai, kewajiban tetaplah kewajiban. Setelah semua selesai sholat, kami mulai berjalan lagi. 10 menit dari tempat istirahat, tibalah kami di Pos satu. Karena nanggung banget kami hanya melewati pos satu dan mulai perjalanan menuju pos-pos berikutnya. Hari mulai gelap dan jalan mulai berdebu. Pendakian kami berempat ditemani anak-anak SMP yang ribut banget di belakang.
                Berjalan, berjalan dan berjalan waktu seakan berjalan cepat dan kami tidak sampai-sampai. Rencana kami adalah bisa mendirikan tenda di sabana 2. Namun, perkiraan pasti terkadang meleset. Setelah sampai di Pos tiga dan beristirahat sebentar, kami mulai berjalan menuju sabana satu. Baru beberapa tanjakan, salah satu temanku yang bernama Atuk, kedua kakinya keram dan menyuruh kami berjalan duluan. FYI, dia udah 6 kali mendaki merbabu dan ini yang ketujuh. Tapi, karena rasa setia kawan, kami bertiga tetap menunggunya. Mas Avan mulai membantu Atuk mengurangi beban tas (sebenarnya ga membantu juga, kan kakinya yang bermasalah) tapi salut deh buat Kakak kelas satu ini. hampir setengah jam lebih, akhirnya, Atuk mampu berjalan lagi walaupun pelan-pelan. Katanya sih, kakinya pernah cidera pas main futsal jadi udah cacat dan sering keram (katanya).
Saat tiba di depan “in memoriam” ada dua persimpangan, kanan dan kiri. Kamipun melewati persimpangan yang kanan karena mas-mas di atas kami berteriak bahwa jalannya enak yang kanan. TAPI, ternyata jalannya sama saja bahkan lebih ngeri, jalannya menanjak dan berpasir. Sekali injak bisa runtuh dan jatuh kebawah. Tidak ada pijakan yang pasti. Salah banget, aku sok-sokan di depan dan nyari jalan. AAAAAAAAAAAAA karena gak konsentrasi aku gagal menemukan pijakan dan hanya bisa berpegangan erat pada ranting pohon kecil yang sanggup aku raih. Panik, tapi Mas Avan sama Atuk masih di bawah. Aku ga kuat! Jatuh deh, merosot dengan cepat ke bawah dan CELAKANYA, Fenta tepat berada dibawahku. Secara tidak langsung, Fenta aku tabrak dan jatuh menimpa tubuhku (baca:kesleding). Kita berdua merosot ke bawah. Untung saja! Mas Avan ada di bawah Fenta dan berhasil menahan laju jatuh kami. Selamat ya Allah! Atuk dengan tertatih-tatih karena masih terasa keram kakinya berusaha meraih tanganku dan menarik ke atas. Aku berhasil menemukan pijakan. Tapi, Fenta masih takut. Ia berpegangan kaki Atuk dengan eratnya (Kejadian ini kaya sinetron yang kalau direka-reka kaya gini “Aku tak sanggup, Tuk” “Jangan dilepas!” “Sudah aku tidak sanggup (kemudian melepaskan pegangan tangannya) “Selamat tinggal”) HAHAHA lucu saja, untung dibawah Mas Avan sigap menangkap dan membantu Fenta.
Finally, kita berempat berhasil menemukan jalan yang benar dan melanjutkan pendakian. Hampir satu jam lebih kami berkutat dengan jalan berpasir laknat itu. 15 menit kemudian kami sampai di sabana satu. Lelah! Ga sanggup! “Ngecamp sini aja”. Diputuskanlah, kami mulai membangun tenda di Sabana satu. Meleset dari ekspektasi yang rencananya mau ngecamp di sabana 2. Terlampau lelah. Gaququ~
Paginya, gagal menikmati sunrise!!! AAA gara-gara telat bangun dan ga dibangunin! Jahat banget. Tapi yasudahlah, mereka juga tidur lagi. Jam tujuh tepat aku bangun dan ngebangunin satu-satu tapi masih pada tepar. Duh, padahal pengen ke puncak! Akhirnya, Atuk bangun, aku langsung mengajaknya untuk menemaniku mendaki ke puncak. Aku sudah tidak tega melihat Fenta yang tadi malam masih ketakutan gara-gara jatuh. Dan Mas Avan yang masih pulas banget tidurnya.
Kami berjalan bersama 2 pendaki lain menuju sabana dua. Sekitar setengah jam kami sampai di sabana dua. Trek yang dilalui hampir sama kaya tadi malam, menanjak dan berpasir. Untunglah pijakannya banyak yang mengeras dan tidak gampang runtuh. Aku melihat ke arah tanjakan menuju puncak. Males banget buat lanjutin. Lelah. Akhirnya kami hanya muter-muter dan aku mengambil beberapa foto. Karena sedang datang bulan, perut dan mood emang benar-benar gak bisa diajak kompromi. Sedikit deh foto di merbabu.
Setelah puas nge-foto-in pemandangan, kami pun turun. Sampai di tenda hanya ada Fenta yang sedang beres-beres tenda. Mas Avan pergi menyusul kami ke puncak. Tapi kami benar-benar tidak berpapasan dengannya. setelah menunggu, dan Mas Avan kembali. Kami mulai beres-beres dan packing untuk turun. Perjalanan turun tidak lama, apalagi sembari berlari. Namun, karena lelah banget dan perutnya sakit banget, aku hanya berjalan pelan saat tiba di pos dua sampai basecamp.
Perjalanan yang penuh cerita. Terima kasih Fenta sudah ngajakin Flora mendaki merbabu, pokoknya jangan kapok mendaki gunung denganku. Mas Avan yang sudah baik banget mau nyewa-nyewain dan jadi porter sementara HAHA jangan kapok main sama Flora. Atuk, sang penjelajah merbabu tapi dibuat ngilu pas kakinya keram, ajak-ajak lagi kalau mendaki gunung ya! Dan terimakasih Gunung Merbabu. Salam Nutrisari hihi
FYI, kemarin gunung merbabu kebakaran loh dan itu kebakaran paling besar dan sumbernya dari jalur pendakian via Selo. Please banget buat teman-teman yang mendaki gunung, kalau mau bakar-bakar jangan lupa apinya dimatiin ya kalau ditinggal, kan kasihan vegetasi di gunung merbabu jadi korbannya. Padahal mereka yang bikin pendakian gunung merbabu lebih berkesan loh. Sama satu lagi, kalau mau salam-salam lewat kertas, PLEASE dibawa pulang lagi kertasnya, jangan di buang sembarangan. Kemarin di luar tenda Flora, ada dua kertas “Happy Birthday Nining” yang dibuang seenaknya! Kan GA ENAK BANGET dipandang. Kalau ke gunung cuma mau bikin oret-oretan kaya gitu, JANGAN DI GUNUNG DEH, apalagi kalau di buang sembarangan. Kampungan. Bhay!!

                

No comments:

Post a Comment

Gunung Batur, Tiktok Satu Hari Saat Kuningan

Perjalanan ini sungguh perjalanan tak direncanakan. Pumpung libur dari internship, aku mengajak beberapa temanku di Bali untuk mendaki gunu...