Pendakian
ketiga adalah mendaki gunung merbabu. Gunung merbabu adalah gunung yang sudah
berstatus tidak aktif dan banyak didaki oleh para pendaki baik pemula maupun
yang sudah ahli. Pemandangan dari gunung merbabu selalu menarik untuk
dinikmati. Banyak yang mengatakan bahwa merbabu adalah gunung yang PHP(pemberi
harapan palsu) karena puncaknya yang nampak dekat di mata namun jauh di hati,
eh jauh di kaki. Jalur pendakiannya sendiri, setahu aku sih ada tiga, jalur
selo, jalur wekas dan yang baru-baru ini dibuka adalah jalur suwanting yang
katanya memiliki pemandangan yang luar biasa enchanted! Huehehhe
Okay!
Rencana awalnya sih, aku diajak mendaki oleh salah satu teman SMA. Nah, karena
kebetulan, teman-teman parwi (yang biasa ngajakin naik gunung) sudah mendaki
merbabu dan aku belum pernah. Maka, aku iya-in saja deh. Kebiasaan orang kalau
bikin janji kan wacana doangkan? Aku ga pengen kaya gitu. Akhirnya, aku
nyari-nyari temen buat diajakin naik. Ada Atuk, Lala, Ningrum, Vian dkk. Eh pas
mendekati hari keberangkatan, kakak kelas SMA minta mau ikut juga, namanya Mas
Avan. Tararara banyak banget deh yang mau ikut.
Tapi
pas mendekati hari H yang fix jadi ikut hanya empat orang, Flora, Fenta, Atuk
dan Mas Avan. Kami berangkat pukul setengah 2 setelah solat jumat, sebelumnya,
kami prepare dulu, sewa menyewa tenda, sleeping bag dan matras. Kami berangkat
menuju jalur pendakian gunung merbabu via Selo. Karena titik kumpulnya di
Muntilan, kami berangkat lewat Talun kemudian Ketep dan menyusuri jalan menuju
basecamp. Pukul setengah empat kami tiba di basecamp pendakian. Setelah sholat
ashar, bersiaplah kami mendaki. AAAA! Tamu bulanan malah datang! Tidak pas
banget waktunya. Tapi karena sudah prepare dan lain sebagainya. Aku tetap niat
untuk mendaki. Pukul lima tepat kami memulai pendakian. Langkah demi langkah
menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak.
Bulan-bulan
ini memang naik gunung menjadi hits banget, tidak heran kalau selama pendakian
banyak banget pendaki yang turun maupun naik. Sampai lelah Flora bilang “Mari
mas” “Monggo” “Semangat” tapi kita tetap harus sopan dan saling menghormati
kan. Pukul enam lebih beberapa menit kami berhenti di tempat yang landai,
kewajiban tetaplah kewajiban. Setelah semua selesai sholat, kami mulai berjalan
lagi. 10 menit dari tempat istirahat, tibalah kami di Pos satu. Karena nanggung
banget kami hanya melewati pos satu dan mulai perjalanan menuju pos-pos
berikutnya. Hari mulai gelap dan jalan mulai berdebu. Pendakian kami berempat
ditemani anak-anak SMP yang ribut banget di belakang.
Berjalan,
berjalan dan berjalan waktu seakan berjalan cepat dan kami tidak sampai-sampai.
Rencana kami adalah bisa mendirikan tenda di sabana 2. Namun, perkiraan pasti
terkadang meleset. Setelah sampai di Pos tiga dan beristirahat sebentar, kami mulai
berjalan menuju sabana satu. Baru beberapa tanjakan, salah satu temanku yang
bernama Atuk, kedua kakinya keram dan menyuruh kami berjalan duluan. FYI, dia
udah 6 kali mendaki merbabu dan ini yang ketujuh. Tapi, karena rasa setia
kawan, kami bertiga tetap menunggunya. Mas Avan mulai membantu Atuk mengurangi
beban tas (sebenarnya ga membantu juga, kan kakinya yang bermasalah) tapi salut
deh buat Kakak kelas satu ini. hampir setengah jam lebih, akhirnya, Atuk mampu
berjalan lagi walaupun pelan-pelan. Katanya sih, kakinya pernah cidera pas main
futsal jadi udah cacat dan sering keram (katanya).
Saat tiba di
depan “in memoriam” ada dua persimpangan, kanan dan kiri. Kamipun melewati
persimpangan yang kanan karena mas-mas di atas kami berteriak bahwa jalannya enak
yang kanan. TAPI, ternyata jalannya sama saja bahkan lebih ngeri, jalannya
menanjak dan berpasir. Sekali injak bisa runtuh dan jatuh kebawah. Tidak ada
pijakan yang pasti. Salah banget, aku sok-sokan di depan dan nyari jalan.
AAAAAAAAAAAAA karena gak konsentrasi aku gagal menemukan pijakan dan hanya bisa
berpegangan erat pada ranting pohon kecil yang sanggup aku raih. Panik, tapi
Mas Avan sama Atuk masih di bawah. Aku ga kuat! Jatuh deh, merosot dengan cepat
ke bawah dan CELAKANYA, Fenta tepat berada dibawahku. Secara tidak langsung,
Fenta aku tabrak dan jatuh menimpa tubuhku (baca:kesleding). Kita berdua
merosot ke bawah. Untung saja! Mas Avan ada di bawah Fenta dan berhasil menahan
laju jatuh kami. Selamat ya Allah! Atuk dengan tertatih-tatih karena masih
terasa keram kakinya berusaha meraih tanganku dan menarik ke atas. Aku berhasil
menemukan pijakan. Tapi, Fenta masih takut. Ia berpegangan kaki Atuk dengan
eratnya (Kejadian ini kaya sinetron yang kalau direka-reka kaya gini “Aku tak
sanggup, Tuk” “Jangan dilepas!” “Sudah aku tidak sanggup (kemudian melepaskan
pegangan tangannya) “Selamat tinggal”) HAHAHA lucu saja, untung dibawah Mas
Avan sigap menangkap dan membantu Fenta.
Finally, kita
berempat berhasil menemukan jalan yang benar dan melanjutkan pendakian. Hampir
satu jam lebih kami berkutat dengan jalan berpasir laknat itu. 15 menit
kemudian kami sampai di sabana satu. Lelah! Ga sanggup! “Ngecamp sini aja”.
Diputuskanlah, kami mulai membangun tenda di Sabana satu. Meleset dari
ekspektasi yang rencananya mau ngecamp di sabana 2. Terlampau lelah. Gaququ~
Paginya, gagal
menikmati sunrise!!! AAA gara-gara telat bangun dan ga dibangunin! Jahat
banget. Tapi yasudahlah, mereka juga tidur lagi. Jam tujuh tepat aku bangun dan
ngebangunin satu-satu tapi masih pada tepar. Duh, padahal pengen ke puncak!
Akhirnya, Atuk bangun, aku langsung mengajaknya untuk menemaniku mendaki ke
puncak. Aku sudah tidak tega melihat Fenta yang tadi malam masih ketakutan
gara-gara jatuh. Dan Mas Avan yang masih pulas banget tidurnya.
Kami berjalan
bersama 2 pendaki lain menuju sabana dua. Sekitar setengah jam kami sampai di
sabana dua. Trek yang dilalui hampir sama kaya tadi malam, menanjak dan
berpasir. Untunglah pijakannya banyak yang mengeras dan tidak gampang runtuh.
Aku melihat ke arah tanjakan menuju puncak. Males banget buat lanjutin. Lelah.
Akhirnya kami hanya muter-muter dan aku mengambil beberapa foto. Karena sedang
datang bulan, perut dan mood emang benar-benar gak bisa diajak kompromi.
Sedikit deh foto di merbabu.
Setelah puas
nge-foto-in pemandangan, kami pun turun. Sampai di tenda hanya ada Fenta yang
sedang beres-beres tenda. Mas Avan pergi menyusul kami ke puncak. Tapi kami
benar-benar tidak berpapasan dengannya. setelah menunggu, dan Mas Avan kembali.
Kami mulai beres-beres dan packing untuk turun. Perjalanan turun tidak lama,
apalagi sembari berlari. Namun, karena lelah banget dan perutnya sakit banget,
aku hanya berjalan pelan saat tiba di pos dua sampai basecamp.
Perjalanan
yang penuh cerita. Terima kasih Fenta sudah ngajakin Flora mendaki merbabu,
pokoknya jangan kapok mendaki gunung denganku. Mas Avan yang sudah baik banget
mau nyewa-nyewain dan jadi porter sementara HAHA jangan kapok main sama Flora.
Atuk, sang penjelajah merbabu tapi dibuat ngilu pas kakinya keram, ajak-ajak
lagi kalau mendaki gunung ya! Dan terimakasih Gunung Merbabu. Salam Nutrisari
hihi
FYI, kemarin
gunung merbabu kebakaran loh dan itu kebakaran paling besar dan sumbernya dari
jalur pendakian via Selo. Please banget buat teman-teman yang mendaki gunung,
kalau mau bakar-bakar jangan lupa apinya dimatiin ya kalau ditinggal, kan
kasihan vegetasi di gunung merbabu jadi korbannya. Padahal mereka yang bikin
pendakian gunung merbabu lebih berkesan loh. Sama satu lagi, kalau mau
salam-salam lewat kertas, PLEASE dibawa pulang lagi kertasnya, jangan di buang
sembarangan. Kemarin di luar tenda Flora, ada dua kertas “Happy Birthday
Nining” yang dibuang seenaknya! Kan GA ENAK BANGET dipandang. Kalau ke gunung
cuma mau bikin oret-oretan kaya gitu, JANGAN DI GUNUNG DEH, apalagi kalau di
buang sembarangan. Kampungan. Bhay!!