Friday, August 28, 2015

Gunung Merbabu, Gunung berpasir

                Pendakian ketiga adalah mendaki gunung merbabu. Gunung merbabu adalah gunung yang sudah berstatus tidak aktif dan banyak didaki oleh para pendaki baik pemula maupun yang sudah ahli. Pemandangan dari gunung merbabu selalu menarik untuk dinikmati. Banyak yang mengatakan bahwa merbabu adalah gunung yang PHP(pemberi harapan palsu) karena puncaknya yang nampak dekat di mata namun jauh di hati, eh jauh di kaki. Jalur pendakiannya sendiri, setahu aku sih ada tiga, jalur selo, jalur wekas dan yang baru-baru ini dibuka adalah jalur suwanting yang katanya memiliki pemandangan yang luar biasa enchanted! Huehehhe
                Okay! Rencana awalnya sih, aku diajak mendaki oleh salah satu teman SMA. Nah, karena kebetulan, teman-teman parwi (yang biasa ngajakin naik gunung) sudah mendaki merbabu dan aku belum pernah. Maka, aku iya-in saja deh. Kebiasaan orang kalau bikin janji kan wacana doangkan? Aku ga pengen kaya gitu. Akhirnya, aku nyari-nyari temen buat diajakin naik. Ada Atuk, Lala, Ningrum, Vian dkk. Eh pas mendekati hari keberangkatan, kakak kelas SMA minta mau ikut juga, namanya Mas Avan. Tararara banyak banget deh yang mau ikut.
                Tapi pas mendekati hari H yang fix jadi ikut hanya empat orang, Flora, Fenta, Atuk dan Mas Avan. Kami berangkat pukul setengah 2 setelah solat jumat, sebelumnya, kami prepare dulu, sewa menyewa tenda, sleeping bag dan matras. Kami berangkat menuju jalur pendakian gunung merbabu via Selo. Karena titik kumpulnya di Muntilan, kami berangkat lewat Talun kemudian Ketep dan menyusuri jalan menuju basecamp. Pukul setengah empat kami tiba di basecamp pendakian. Setelah sholat ashar, bersiaplah kami mendaki. AAAA! Tamu bulanan malah datang! Tidak pas banget waktunya. Tapi karena sudah prepare dan lain sebagainya. Aku tetap niat untuk mendaki. Pukul lima tepat kami memulai pendakian. Langkah demi langkah menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak.
                Bulan-bulan ini memang naik gunung menjadi hits banget, tidak heran kalau selama pendakian banyak banget pendaki yang turun maupun naik. Sampai lelah Flora bilang “Mari mas” “Monggo” “Semangat” tapi kita tetap harus sopan dan saling menghormati kan. Pukul enam lebih beberapa menit kami berhenti di tempat yang landai, kewajiban tetaplah kewajiban. Setelah semua selesai sholat, kami mulai berjalan lagi. 10 menit dari tempat istirahat, tibalah kami di Pos satu. Karena nanggung banget kami hanya melewati pos satu dan mulai perjalanan menuju pos-pos berikutnya. Hari mulai gelap dan jalan mulai berdebu. Pendakian kami berempat ditemani anak-anak SMP yang ribut banget di belakang.
                Berjalan, berjalan dan berjalan waktu seakan berjalan cepat dan kami tidak sampai-sampai. Rencana kami adalah bisa mendirikan tenda di sabana 2. Namun, perkiraan pasti terkadang meleset. Setelah sampai di Pos tiga dan beristirahat sebentar, kami mulai berjalan menuju sabana satu. Baru beberapa tanjakan, salah satu temanku yang bernama Atuk, kedua kakinya keram dan menyuruh kami berjalan duluan. FYI, dia udah 6 kali mendaki merbabu dan ini yang ketujuh. Tapi, karena rasa setia kawan, kami bertiga tetap menunggunya. Mas Avan mulai membantu Atuk mengurangi beban tas (sebenarnya ga membantu juga, kan kakinya yang bermasalah) tapi salut deh buat Kakak kelas satu ini. hampir setengah jam lebih, akhirnya, Atuk mampu berjalan lagi walaupun pelan-pelan. Katanya sih, kakinya pernah cidera pas main futsal jadi udah cacat dan sering keram (katanya).
Saat tiba di depan “in memoriam” ada dua persimpangan, kanan dan kiri. Kamipun melewati persimpangan yang kanan karena mas-mas di atas kami berteriak bahwa jalannya enak yang kanan. TAPI, ternyata jalannya sama saja bahkan lebih ngeri, jalannya menanjak dan berpasir. Sekali injak bisa runtuh dan jatuh kebawah. Tidak ada pijakan yang pasti. Salah banget, aku sok-sokan di depan dan nyari jalan. AAAAAAAAAAAAA karena gak konsentrasi aku gagal menemukan pijakan dan hanya bisa berpegangan erat pada ranting pohon kecil yang sanggup aku raih. Panik, tapi Mas Avan sama Atuk masih di bawah. Aku ga kuat! Jatuh deh, merosot dengan cepat ke bawah dan CELAKANYA, Fenta tepat berada dibawahku. Secara tidak langsung, Fenta aku tabrak dan jatuh menimpa tubuhku (baca:kesleding). Kita berdua merosot ke bawah. Untung saja! Mas Avan ada di bawah Fenta dan berhasil menahan laju jatuh kami. Selamat ya Allah! Atuk dengan tertatih-tatih karena masih terasa keram kakinya berusaha meraih tanganku dan menarik ke atas. Aku berhasil menemukan pijakan. Tapi, Fenta masih takut. Ia berpegangan kaki Atuk dengan eratnya (Kejadian ini kaya sinetron yang kalau direka-reka kaya gini “Aku tak sanggup, Tuk” “Jangan dilepas!” “Sudah aku tidak sanggup (kemudian melepaskan pegangan tangannya) “Selamat tinggal”) HAHAHA lucu saja, untung dibawah Mas Avan sigap menangkap dan membantu Fenta.
Finally, kita berempat berhasil menemukan jalan yang benar dan melanjutkan pendakian. Hampir satu jam lebih kami berkutat dengan jalan berpasir laknat itu. 15 menit kemudian kami sampai di sabana satu. Lelah! Ga sanggup! “Ngecamp sini aja”. Diputuskanlah, kami mulai membangun tenda di Sabana satu. Meleset dari ekspektasi yang rencananya mau ngecamp di sabana 2. Terlampau lelah. Gaququ~
Paginya, gagal menikmati sunrise!!! AAA gara-gara telat bangun dan ga dibangunin! Jahat banget. Tapi yasudahlah, mereka juga tidur lagi. Jam tujuh tepat aku bangun dan ngebangunin satu-satu tapi masih pada tepar. Duh, padahal pengen ke puncak! Akhirnya, Atuk bangun, aku langsung mengajaknya untuk menemaniku mendaki ke puncak. Aku sudah tidak tega melihat Fenta yang tadi malam masih ketakutan gara-gara jatuh. Dan Mas Avan yang masih pulas banget tidurnya.
Kami berjalan bersama 2 pendaki lain menuju sabana dua. Sekitar setengah jam kami sampai di sabana dua. Trek yang dilalui hampir sama kaya tadi malam, menanjak dan berpasir. Untunglah pijakannya banyak yang mengeras dan tidak gampang runtuh. Aku melihat ke arah tanjakan menuju puncak. Males banget buat lanjutin. Lelah. Akhirnya kami hanya muter-muter dan aku mengambil beberapa foto. Karena sedang datang bulan, perut dan mood emang benar-benar gak bisa diajak kompromi. Sedikit deh foto di merbabu.
Setelah puas nge-foto-in pemandangan, kami pun turun. Sampai di tenda hanya ada Fenta yang sedang beres-beres tenda. Mas Avan pergi menyusul kami ke puncak. Tapi kami benar-benar tidak berpapasan dengannya. setelah menunggu, dan Mas Avan kembali. Kami mulai beres-beres dan packing untuk turun. Perjalanan turun tidak lama, apalagi sembari berlari. Namun, karena lelah banget dan perutnya sakit banget, aku hanya berjalan pelan saat tiba di pos dua sampai basecamp.
Perjalanan yang penuh cerita. Terima kasih Fenta sudah ngajakin Flora mendaki merbabu, pokoknya jangan kapok mendaki gunung denganku. Mas Avan yang sudah baik banget mau nyewa-nyewain dan jadi porter sementara HAHA jangan kapok main sama Flora. Atuk, sang penjelajah merbabu tapi dibuat ngilu pas kakinya keram, ajak-ajak lagi kalau mendaki gunung ya! Dan terimakasih Gunung Merbabu. Salam Nutrisari hihi
FYI, kemarin gunung merbabu kebakaran loh dan itu kebakaran paling besar dan sumbernya dari jalur pendakian via Selo. Please banget buat teman-teman yang mendaki gunung, kalau mau bakar-bakar jangan lupa apinya dimatiin ya kalau ditinggal, kan kasihan vegetasi di gunung merbabu jadi korbannya. Padahal mereka yang bikin pendakian gunung merbabu lebih berkesan loh. Sama satu lagi, kalau mau salam-salam lewat kertas, PLEASE dibawa pulang lagi kertasnya, jangan di buang sembarangan. Kemarin di luar tenda Flora, ada dua kertas “Happy Birthday Nining” yang dibuang seenaknya! Kan GA ENAK BANGET dipandang. Kalau ke gunung cuma mau bikin oret-oretan kaya gitu, JANGAN DI GUNUNG DEH, apalagi kalau di buang sembarangan. Kampungan. Bhay!!

                

Tuesday, August 18, 2015

Pesona Gunung Lawu Via Cetho

                Gunung lawu adalah gunung ketiga yang saya daki bersama teman-teman pariwisata 14. Itu adalah pendakian yang paling berkesan dan memiliki banyak cerita. Gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memang memiliki banyak kisah misterius. Gunung lawu memiliki tiga jalur pendakian. Cemoro Kandang, Cemoro Sewu dan jalur Cetho. Kebanyakan pendaki lebih memilih mendaki melalui jalur cemoro kandang dan cemoro sewu. Padahal jalur cetho, yang memang baru dibuka akhir-akhir itu, memiliki pemandangan yang luar biasa indahnya.
                Sebelumnya mendaki gunung lawu sebenarnya kami ingin mendaki ke merapi, namun karena barusan terjadi kecelakaan yang menewaskan saudara kita, Ery, yang terjatuh di kawah gunung merapi, menyebabkan jalur pendakian gunung merapi ditutup untuk sementara waktu. Akhirnya, diputuskanlah mendaki gunung lawu. Awal diajak aku sangat bersemangat karena memang ingin refreshing sebelum uts seminggu kemudian. Namun, karena tidak adanya teman perempuan yang mau menemani, aku menjadi ragu dan ingin mengurungkan niat. Tapi, keinginan untuk tetap bisa mendaki gunung lawu amatlah kuat sehingga pada akhirnya aku memutuskan untuk ikut. YEY!!

                Berangkatlah kami! Bagas, Nuha, Mamang, Tegar, Havid, Nael dan Flora. Yes! Jadi perempuan sendiri, tapi ga masalah. Mereka berenam luar biasa baik dan mau menjaga Flora kok. Hahaha. Sebelum berangkat, kami berkumpul di kontrakan Bagas. Setelah persiapan yang cukup berangkatlah kami! Aku, Tegar, Mamang, Bagas naik mobil Nael. Nuha dan Havid memilih mengendarai sepeda sampai lokasi. Kami berangkat sekitar pukul 9-setengah 10. Sebelum sampai kawasan candi cetho, kami beristirahat di masjid dekat alun-alun Karanganyar. Eh, sosis bakar di alun-alun Karanganyar enak B.A.N.G.E.T serius!!
Pemberhentian berikutnya adalah kawasan kebun teh di Kemuning. Makan! Yah sebelum mendaki kan kita perlu tenaga, sekalian foto-foto ceria bolehlah di kawasan kebun teh Kemuning yang syahdu banget. By the way, Mie ayam di salah satu warung disini ENAK banget! Tapi, karena aku ga doyan ayam, jadi ayamnya dimakan Tegar sama Mamang. Nah, selesai makan, kita melanjutkan perjalanan ke Candi Cetho. Untuk masuk ke kompleks wisata Candi Cetho dan Candi Sukuh kita dikenakan biaya sekitar Rp 5000,- perorang kalau tidak salah. Lupa!
Hanya ada satu rumah penduduk yang dijadikan basecamp pendakian gunung lawu. Setelah persiapan dan menitipkan kendaraan, kami memulai pendakian. Yohoo!!
Setelah berfoto-foto di candi kethek yang merupakan arah pendakian, kami melanjutkan perjalanan. Sehabis candi kethek, jalur pendakian terbagi dua, satu arah lurus dan menanjak dan satu lagi belok kiri landai dengan pita merah menggantung minta dijamah. Haha. Kami bingung mau lewat mana. Di jalur yang menanjak itu ada tulisan untuk menuju kijang lawu dan ada tulisan jalur motor trek. Setelah menimbang-nimbang. Kami memutuskan lewat jalur berpita merah! Aaaaaaa keputusan buruk!
Jalur yang kami lewati yang tadinya landai berubah menjadi penuh tantangan dengan semak belukar disisi kanan dan kiri. Bisa dibilang, membuka jalan, meskipun terlihat pernah dilewati namun itu sudah terjadi mungkin beberapa bulan lalu karena jalannya benar-benar tertutup semaksemak berduri. Tadinya aku semangat dan bahkan tidak merasakan lelah karena jalurnya memang menantang ditambah obrolan-obrolan asik sepanjang pendakian. Sebelumnya, Bagas telah memprediksi bahwa kita akan sampai di minimal pos 5 untuk ngecamp sekitar pukul 10 malam. Tapi, malam itu, prediksi kita meleset. Kita kehilangan pita merah. Kita di antah berantah! Dan hari sudah gelap. Akhirnya kita memutuskan untuk ngecamp di tempat yang landai di antah berantah. Walaupun kita tidak tahu dimana, tapi bintang malam itu indah banget loh! Dan aku masih bisa mendengar musik dangdut. Heran deh.
Paginya, kita melanjutkan perjalanan. Kembali mencari pita merah yang tadi malam sempat hilang. Jalurnya PHP banget! Sempat punya pikiran yang macam-macam. Terus berjalan dan berjalan dan yeah sore harinya akhirnya! Nemu jalan yang biasa dilewati pendaki yang lewat jalur normal cetho. Bahagia!
Jalur Cetho memang luar biasa, sebelum sampai Hargo dalem alias warung Mbok Yem, kita akan lewat sabana yang indah banget! Terus lewat tanjakan mini yang bisa dikata kek miniatur tanjakan cintanya gunung semeru uwuwuuw keren! Sampai di hargo dalem ketika hari mulai gelap dan kita tidur satu malam lagi di Gunung lawu! Padahal harusnya hari itu kita udah turun loh. Nah, pagi kedua, menikmati sunrise di depan warung mbok Yem. Kalau kataku sih “A(w)mazing!”
Perjalanan menuju puncak kurang lebih setengah jam. Yey! Akhirnya sampai di puncak hargo dumilah 3265 mdpl setelah perjalanan 2 hari yang melelahkan. Setelah berfoto dan kayanya menjadi hal wajib hehe kita pun turun. Tentunya lewat jalur normal. Perjalanan turun sekitar 4 jam-an kalau tidak salah. Jalur Cetho yang normal lebih banyak tanjakan dan asik banget buat turun dengan berlari. Kami tiba di basecamp dan beristirahat serta bersih-bersih sebelum pulang.
Yey! Perjalanan yang luar biasa. Terimakasih Bagas, Nuha, Tegar, Mamang, Havid dan Nael!

Sampai ketemu di cerita berikutnya !!

Tips Mendaki Saat Haidh

Dapat tips dari instagramnya @PendakiCantik sama mba Abek @anak_bebek tentang saat mendaki pas keadaan haidh. Pasti panik banget kan? tapi tetap stay calm dong ya. Nah berikut tipsnya.
1.    Saat kalian sedang haid pada saat pendakian, kalian ga usah panik ya girls, kalau gak haid itu baru kalian boleh panik. Hahaha... if you know what i mean hihihii. Okeh deh yang pertama pastikan dalam packing sudah harus dibawa itu yang namanya pembalut. Nah tau dong cara pakenya? Yakali minta cowok kalian pakein? Kan ga lucu -___- hehe
2.      Pastikan kalian mengganti pembalut atleast 3-4 kali perharinya, ini untuk menghindari kuman di daerah V kalian. Caranya, pada saat berjalan jauh dan sekiranya pembalut udah penuh, segera ganti sebelum tembus. Kalau tembus bakalan lebih repot bersihinnya. Cara ganti pembalut, biasa deh melipir/minggir ke semak-semak atau balik pohon, sedia tissue basah, bersihkan daerah V kalian, pasang pembalut baru dan pembalut lama bisa dilipat dengan tissue/kertas kemudian disimpan di dalam carrier. Inget jangan buang sembarangan!
3.      Gimana kalau pas lagi mendaki tiba-tiba sakit perut akibat haidh, Kak? Pada saat mendaki dan haid, terus perut keram, tidak usah khawatirperbanyaklah gerak dan jalan, jangan terlalu dipikirin dan usahakan jangan sampai minum obat juga untuk anti keram, kenapa? Karena beberapa obat untuk pereda nyeri pada saat haid, efek sampingnya bisa bikin kalian ngefly, apalagi di ketinggian ntar bawaanya ngantuk dan lemes, kecuali ada resep dokter sih.
4.     Dan terakhir, jangan pernah beli pil pencegah menstrurasi gara-gara mau naik gunung, aduh itu darah kotor kok dipelihara, ntar kalau udah dibikin ga haid beneran pada panik lagi, bingung lagi, apalagi gue ga punya pacar hahahaha

Thats it, beberapa tips mendaki saat haid dari mba Abek. Jangan khawatir yah, haidh bukan jadi halangan untuk berpetualang kok. Cheers!

Saturday, August 15, 2015

One Day Beach Trip Part II

                Aku suka pantai! Hei, siapa yang ga suka pantai? Birunya laut, deburan ombaknya, pasir pantainya, nyiur daun kelapa yang melambai (adanya pohon bakau dan daunnya seperti itulah) seperti paradise in the earth. Di Jogja, pantai indah seperti itu berada di deretan pantai selatan Gunung Kidul. Butuh waktu sekitar 2 jam dari Kota Jogja dengan kendaraan pribadi karena akses kesana dengan kendaraan umum memang belum banyak. Sebelumnya, aku pernah mengulas beberapa pantai di Gunung Kidul. Kindly check One day beach Trip part I ya.
                Nah, kali ini hanya tiga pantai yang aku kunjungi bersama dua teman kampus dan satu pacar temanku. Selalu dan tidak pernah ketinggalan, setiap ke Gunung Kidul, Esta akan menjadi pemanduku, kali ini aku juga ditemani travelmate sekaligus fotografer pribadi yang cita-citanya jadi jurnalis, Desy. Kendalanya, tidak ada yang memboncengkan Esta, tapi, untunglah, saat itu (ga efektif banget bahasanya) teman lelakinya bersedia mengantar kami bertiga jalan-jalan. Ah! Beruntungnya.
                Destinasi pertama yang akan kami kunjungi adalah salah satu pantai yang sedang ngehitz banget. Pantai Nglambor. Pantai Nglambor adalah pantai yang berada di sebelah pantai siung, pantai ini terkenal karena menyajikan pemandangan bawah air, bahasa kerennya sih snorkeling. Karena penasaran dan pengen banget nyoba renang sama ikan, aku dan Desy memutuskan untuk reservasi hari sebelumnya.
                Pukul setengah tujuh pagi aku berangkat dari Magelang dan sampai di Jogja pukul tujuh lebih lima belas. Terhitung cepat karena ngebut dan jalanan ga seramai biasanya, padahal hari itu adalah hari sekolah. Sebelum beranjak ke tempat Esta, aku dan desy menyempatkan sarapan di burjo dekat kos Desy. Nasi telur dengan teh panas. Sungguh suguhan pagi yang sederhana namun mengenyangkan. Pukul 8 kami mulai menyusuri jalan Jogja-Wonosari menuju rumah sahabat kami tercinta, Karunia Lestari, yang asik dipanggil Esta. Tanpa buang waktu, setelah sampai dan beristirahat sejenak kami langsung tancap gas menuju tujuan kami.
                Panas mulai menyerang kulit dan berusaha merubah warna kulit menjadi kehitaman, tapi kami tetap memacu motor. Pukul setengah 11 kami tiba di pantai Nglambor. Saat itu, jalan menuju pantai dari jalan utama masih berbatu dan menanjak, terlihat sekali baru dibuka beberapa bulan. Dengan 15% keberanian dan sisanya nekat, aku berusaha mengendarai Rio menakhlukan jalan berbatu itu. Tapi, bagi yang tidak berani melewati jalan berbatu itu, tersedia beberapa tukang ojek yang siap mengantar.
                Karena sudah reservasi sebelumnya di Bintang Nglambor Snorkeling, kami segera menuju gubug BNS. Disana nampak hanya ada satu rombongan yang menanti. Aku menemui salah seorang petugas sekaligus pemandu disana. Mas Adit namanya, beliau sangat ramah dan asik diajak bercanda.
                Laut mulai siap diajak bermain, sekarang ada sekitar 5 rombongan yang akan bersnorkeling ria bersama kami. Setiap rombongan ditemani 2 pemandu. Aku dan Desy merasa beruntung dipandu oleh Mas Adit langsung dan Bapak S. Setelah mendapatkan pengarahan singkat, kami mulai meluncur ke tepi pantai. Laut saat itu sedang bagus-bagusnya, ombak tidak terlalu tinggi dan kedalamannya pas untuk melihat terumbu-terumbu karang yang indah. Sembari berenang-renang melihat terumbu karang dan ikan-ikan, kami ngobrol bersama bapak Slamet dan Mas Adit. Dahulu, pantai Nglambor hanya pantai biasa yang kurang terekspose, sampai suatu ketika, Mas Adit dan teman-temannya yang memang senang bermain selancar menemukan potensi yang menjanjikan di Pantai Kecil ini. sebuah keberuntungan yang mendatangkan keuntungan menurutku. Dengan susah payah dan memulai dari nol, mereka berusaha memasarkan objek wisata baru ini. Dan yah jadilah Pantai Nglambor menjadi salah satu destinasi baru yang menawarkan atraksi wisata baru di daerah Gunung Kidul.
                Sesuai penjelasan Bapak S, setiap weekend, Pantai Nglambor bisa didatangi lebih dari 100 orang yang ingin menikmati keindahan bawah terumbu karang dan ikan-ikan lucu. Tidak ada pembatasan pengunjung!! Aku kaget! Kalau dibiarkan seperti itu, bukankah nanti ekosistem terumbu karang akan terganggu yah. Tapi, Bapak S menjawab dengan entengnya, bahwa mereka tidak ingin mengecewakan para wisatawan yang sudah jauh-jauh datang.
                Ironi, dimana pariwisata menjadi kegiatan yang serba salah. Di lain pihak tentu manusia menginginkan keuntungan dalam proses pariwisata tersebut. Namun, sisi lain, bila kegiatan itu melibatkan alam sebagai daya tarik utama, akan lebih baik bila adanya upaya konservasi dan pelestarian sehingga alam tidak rusak oleh ulah manusia. Sebab tidak semua manusia memiliki keinginan untuk menjaganya kebanyakan justru hanya menikmati keindahannya dan meninggalkannya begitu keindahannya telah tiada.
                Well, balik ke pantai Nglambor, selain hal diatas, pelayanan BNS sangat memuaskan. Suka! Baik banget bapak dan mas pemandu! Oh iya, untuk snorkeling di Pantai Nglambor kita cukup merogoh saku Rp 50.000,- sudah termasuk asuransi, peralatan snorkeling, dokumentasi underwater  dan pemandu yang baik-baik. Selamat bermain dengan ikan!
                Sesudah dari pantai Nglambor, waktu itu sekitar pukul 2 siang. Mau pulang kok males, akhirnya kami berempat memutuskan pergi ke Pantai Sadeng. Pantai paling ujung timur dari pantai di Gunung Kidul. Untuk menuju Pantai Sadeng dari pantai Nglambor membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Perjalanan menuju Pantai Sadeng sangat menakjubkan, kita akan melewati bekas sungai purba yang #warbiyasak. Sisi kiri jalan adalah jurang yang kemudian menyambung meninggi menjadi tebing yang indah banget. Mungkin dulunya pernah dialiri sungai yang bermuara di pantai sadeng.
                Hanya dikenai biaya Rp 2000,- untuk parkir motor. Pantai sadeng adalah pelabuhan para nelayan. Banyak perahu-perahu nelayan yang ditambatkan di dermaga. Bahkan ada perahu keamanan milik kepolisisan. Saat tiba disana sangatlah sepi. Walaupun pantainya biasa aja, tapi, ada kesan mendalam di pantai ini. karena gak bisa lihat sunset di sini, kami berempat memutuskan melihat sunset di Pantai Wedi Ombo. Balik lagi deh!
                KACAU! HAHA. Pantai wediombo juga gabisa buat lihat sunset. Ada karang besar yang menutup tenggelamnya matahari. Tidak masalah! Kita malah foto action dan bermain pasir. Gelap mulai datang, kami memutuskan untuk pulang. tadinya, kita ga berniat nyampe malam kaya gini, karena aku ada pertandingan futsal dan Desy ada kurasi foto. Tapi untunglah, pertandingan futsalku ditunda. But, aku benar-benar minta maaf Des, kamu jadi gak bisa ikut kurasi. I am really sorry.

                

Penuh Cerita di Gunung Andong

                Pertama kali naik gunung ya pas mendaki Gunung Andong. Pertama dan bikin ketagihan. Sumpah, nagih banget sekarang buat jalan ke gunung. Ada rasa tersendiri dari setiap langkah yang aku jejakkan ketika memulai pendakian. Gunung Andong tidak bisa disebut sebagai gunung yang tinggi atau membutuhkan waktu yang lama dalam proses pendakiannya. Bahkan gunung ini bisa disebut bukit bagi para pendaki profesional yang sudah mendaki berpuluh-puluh gunung. Walaupun dianggap remeh, tapi gunung dengan ketinggian 1726 mdpl ini memiliki banyak kenangan dan pembelajaran. Pemandangan yang luar biasa yang dapat dinikmati membuatku menyadari betapa indahnya alam ini. Lagi pula, Gunung Andong masih masuk dalam kawasan kota kelahiranku, Magelang.
                Ekpedisi (sok ala-ala penjelajah) menuju Gunung Andong dimulai dari bundaran kampus UGM saat pukul 9 malam. Sebenarnya acara ini sangat mendadak dan aku hanya meng-iya-i ajakan salah seorang kawan baik. Balik pas pukul 9 malam, kita berkumpul di bundaran UGM, menunggu kawan-kawan lain yang masih dalam perjalanan. Saat itu, benar-benar tidak tahu harus membawa apa, tidak punya perlengkapan naik gunung dan hanya berbekal nekat dan tekad yang kuat.
                Akhirnya semua rombongan berkumpul, ada 10 orang. 8 orang dari pariwisata 2014 dan 2 orang perempuan (lupaaaa namanyaa! Jahat banget!) adalah teman Nuha. Ya! Terdiri dari Flora, Dina, Nuha, Bagas, Tegar, Yunus
(mamang), Irham(imboth) dan Dzakwan. Terbilang rombongan yang banyak untuk sebuah pendakian. Tapi kami enjoy saja. Tepat setengah 10-an kami memulai perjalanan. Melewati jalan Magelang malam-malam, naik motor, sudah biasa dan ketika melewati pertigaan palbapan di daerah Muntilan, rasanya pengen pulang dulu. Hahahaahahahhaa. Kami tiba di basecamp Andong sekitar pukul 12 malam. Oh iya tiket masuknya lupa, faktor ngantuk sih. Maaafkannn. Tapi kalau tidak salah Rp 5000,- ya atau mau ada yang menambahkan? hihi
                Setelah melepas lelah perjalanan, kami bersiap untuk mendaki. Jujur, hatinya deg-degan takut kalau terjadi apa-apa pas perjalanan ke puncak. Tapi dengan doa, hatiku mulai merasa nyaman dan bismillah bisa sampai puncak. Pendakian berjalan dengan aman dan sejahtera hahaha. Kami berjalan pelan-pelan sembari tertawa, ditambah Dina memiliki pemikiran-pemikiran konyol yang tidak habisnya membuat kita tertawa sepanjang perjalanan. Namun, sampai ditengah perjalanan salah satu dari kami mengalami permasalahan. Ika! Ya! Aku baru ingat nama teman Nuha adalah Ika. Dia mungkin kelelahan dan kurang latihan fisik sehingga berhenti dan mengerang kesakitan. Duh, aku ga ngerti gimana cara membantunya. Yang aku bisa hanya memberinya semangat! Akhirnya, tas ika dibawa oleh Bagas dan Ika kami suruh berjalan di depan. Sugesti aja sih, kalau berjalan di belakang serasa lelah banget gak sih, ngerasa kita harus ngejar yang di depan. Beda kalau berjalan di depan, kita bisa nentuin ritme langkah kaki kita tanpa perlu takut tertinggal.
                Tarararara, Ika mulai sehat dan semangat berjalan, ditemani Dzakwan, Ia berjalan paling depan. Beberapa menit sebelum puncak, kami kaget karena Ika dan Dzakwan sudah menghilang. Kami panik! Bagas berlari mengejar ke depan. Di tambah lagi mereka berdua di panggil tidak ada yang menyahut. Ini gunung, kanan  kiri hutan dan berjurang. Khawatirlah kita ber delapan. Tapi, untunglah mereka tidak tersesat seperti dugaan kami, mereka justru sedang melihat bintang dan lampu-lampu kota Magelang di atas sana. Jengkel bangetttt!!! Aaaa bikin cemas aja hahhaha.
                Finally, yeyy kita nyampai puncak. Ngantuk banget dan seriously, kita para perempuan gak ada yang bawa sleeping bag. Namanya juga beginner hahaha. Untunglah, para Arjuna membawakan kami sleeping bag. Anginnya kencang banget. Dinginnya luar biasa. Dan karena kami emang niatnya hanya mendaki dan turun keesokan harinya maka kami tidak membawa tenda. Terpaksa harus tidur dengan sleeping bag beralas jas hujan. Para anak adam memutuskan gak tidur dan memasak untuk kami. Lumayanlah, aku bisa tidur setidaknya satu jam. Pas bangun, aku menyusul mereka, menyerutup kopi yang lumayan bikin badan jadi hangat. Sembari meminum kopi kami menanti matahari terbit. Karena ini, first time aku naik gunung dan bisa ngelihat matahari terbit diantara gunung yang aku lupa apa gunung merapi atau merbabu ya, entahlah. Tapi aku menikmatinya. Sungguh indahnya luar biasa, alay ya? Bukankah kita harus mensyukuri nikmat yang alam berikan? Haha tapi aku bersyukur, masih diperbolehkan naik gunung oleh kedua orang tuaku.
                Paginya kami berkeliling melihat tenda-tenda para pendaki lain. Saat itu, gunung Andong masih belum seramai sekarang. Setelah puas foto-foto gila, kami beres-beres dan mulai turun. KESALAHAN BESAR! Jangan sekali-kali naik gunung pakai sepatu converse apalagi sepatunya kw HAHA. Selain ga nyaman, saat turun jalan jadi licin dan malah jadi pelosotan. tapi, itu malah membuat perjalanan turun kami menyenangkan.
                Saat itu tanggal 22 Februari dan salah satu teman saya ulang tahun. Namanya Nuha. Selamat ulang tahun ya ha, hadiahnya naik gunung bareng Flora haha. But, thanks banget buat Bagas yang memang baik banget dan bertanggung jawab banget sama temen-temennya, Imboth yang udah boncengin Flora dari berangkat sampai pulang, Dzakwan yang lucu dan baik banget mau bawain sleeping bag, Tegar yang uda mau kameranya dipenuhi foto-foto alay kita, Mamang yang udah baik banget selalu stay behind me sejak DOJ ngahahaha jadi keinget makrab. Terus Dina, aaa walaupun kita ga deket tapi kamu teman yang hebat terimakasih, dan dua teman Nuha, Ika dan lupa namanya haha, teman baru dan ramai. Pulangnya, Flora, Dina, Ika dan Bagas di traktir Nuha soto lamongan!
                Hari yang Indah! Sampai berjumpa di petualangan berikutnya!


Friday, August 7, 2015

One Day Beach Trip Part I

                Perjalananku kali ini mungkin bisa disebut one day beach trip yah. Libuaran semester satu, aku habisin buat jalan ke tempat teman satu kelas yang tinggal di daerah gunung kidul. Aku berangkat dari rumah pukul setengah tujuh pagi dan sempat kesasar sebelum sampai ke rumah temanku tersebut. Sampai disana pukul 9 pagi, bayangin dari rumahku di daerah Magelang sampai gunung kidul aja uda hampir 2 jam lebih. Ah  lemes, males kemana-mana pas udah nyampe tempat temenku yang namanya Esta. Di tambah lagi, mamanya Esta bilang, “Sudah, nduk. Jalan-jalannya besok saja. Istirahat dulu.” Yap! Akhirnya aku putusin buat leyeh-leyeh dulu.
                Tepat pukul setengah 11, si Esta ngajakin buat jalan di deket-deket rumahnya. Hmm aku kepikiran pengen ke gunung api purba nglanggeran. dikarenakan masih siang-siangnya dan panas-panasnya! SUMPAH PANAS TJOY, akhirnya kita mutusin buat ke air terjun sri gethuk. Nah, pamitlah kita kesana. Sampai pertigaan yang tinggal belok kanan langsung menuju air terjun, kita berdua sempat ragu. “Flo, lurus aja deh. cari jalan ke pantai.” Kata Esta semangat.
                Karena aku orangnya main terjang aja, yaudah deh kita jalan lurus terus,  nglewatin jalan yang syahdu banget dengan pemandangan bukit dan sawah yang luar biasa. Lay banget yah. Tapi serius, indah banget guys. Terus kita nglewati semacam hutan yang asri dan sepi banget. Sempet kepikiran sih, bahaya gak yah dua perempuan naik motor di tengah hutan kaya gini. Tapi untunglah kita berhasil menemukan jalan menuju pantai. YEYYYYY!
                Dan tujuan pantai kita adalah pantai Ngobaran. Sebelum memasuki kawasan pantai, kita dikenai tiket masuk Rp 5000,- perorang. Karena hari itu adalah hari biasa ditambah siang bolong yang panas, pengunjung pantai sangat sepi.
                Pantai Ngobaran sendiri merupakan pantai di daerah gunung kidul yang paling barat, pantai ini juga satu-satunya pantai yang memiliki bangunan stupa-stupa dan arca kaya di candi-candi. Selain itu, yang bikin aku heran, di dekat pantai, lebih tepatnya menjorok ke pantai ada sebuah langgar kecil beralas pasir yang bersih dan sepertinya sering digunakan untuk sholat. Mungkin dulunya daerah itu adalah tanah yang keras kemudian lama kelamaan terkikis oleh deburan ombak pantai selatan yang dahsyat.
                Disebalah barat pantai Ngobaran kita dapat berjumpa dengan pantai yang namanya kaya nama garam dalam bahasa jawa, Pantai Nguyahan! Haha, Cuma jalan sekitar 5 menit kita udah bisa menikmati pantai berpasir putih ini. sebelah utara pantai ini terdapat lahan yang luas yang telah dibuka dan akan dibangun.
                Ga lama sih kita di pantai Nguyahan dan Ngobaran. Karena waktu makan siang dan cacing-cacing di perut udah manja minta dikasih makan, akhirnya kita memutuskan buat cari makan di Pantai Ngrenehan. Ga jauh  kok, Cuma sekitar 15 menit naik motor dari pantai Ngobaran. Pantai Ngrenehan adalah pelabuhan bagi para nelayan, ga salah banyak banget warung-warung makan yang nyediain seafood-seafood menggoda selera. Kita pesen 2 porsi ikan nila dibakar. Sedap banget Cuma dengan Rp 30.000,- perut udah siap diajak kompromi buat jalan-jalan lagi.
                Pukul dua kita langsung cao buat pulang, tapiiii, saat bertemu persimpangan dan tertera dipapan penunjuk jalan “Jalur Alternatif Pantai Baron”. Naluri petualangan kita berdua langsung menyala-nyala. Kamipun menyusuri jalur tersebut. Yah, namanya juga jalur alternatif yah, jalannya ya masih berbatu dan sepi orang. Rio, motor varioku yang kuat tetap bisa dong mengantarkan kami sampai di jalanan rata yang mengarah ke pantai baron. Saat itu, sekitar pukul setengah 4 dan pos penjualan tiket menuju pantai baron tidak ada satu orangpun yang menjaga. Lumayan kan hemat Rp 10.000,- perorang hihi. Jangan ditiru ya! Tetap harus jadi wisatawan yang bertaanggung jawab.
                Pas uda mau masuk ke Pantai Baron, Esta langsung ngomong. “Udah pernah ke Baron kan, Flo? Kita ke Sepanjang aja yuk.” Dan aku langsung mengiyakan dan memacu Rio menuju jalan ke pantai Sepanjang. Such a great journey! Naik motor berdua doang, ketawa-ketawa bareng dan seakan lupa sama semua masalah.
                Sampailah kita berdua di pantai Sepanjang. Entah kenapa, pantainya sepiiiiiii banget dan hanya ada beberapa pengunjung yang berada disana. Kamipun segera memarkirkan motor di area parkiran dan berjalan menuju pantai yang seperti namanya, sepanjang, pantai berpasir putih yang menawan. Laluuuu, ga nyangka bangettt! Ternyata Esta ketemu sama teman SMKnya yang kebetulan sedang bermain pasir di sisi timur pantai bersama 3 teman lainnya. YEEPS! Teman perjalanan baru! Lumayanlah bisa buat teman perjalanan dan nglindungin kalau pulangnya terlalu malam. Pikirku hahaha.
                Setelah puas foto-foto di pantain sepanjang, kami yang jumlahnya bertambah menjadi 6 orang, memutuskan untuk melihat sunset di Pantai Drini. Pantai Drini tidak jauh kok dari Pantai sepanjang, ga nyampe setengah jam. Kita langsung klesot-klesotan di Pantai. Sebelum menanti Sunset. Aku dan Vana, teman Esta, menyebrang pantai dan naik ke bukit kelinci. Di bukit ini memang terdapat banyak kelinci lucu-lucu.
                Sunset di Pantai Drini ga kalah indahnya kok sama sunset di pantai-pantai di Bali. Nah, Habis foto-foto gila kita berenam memutuskan untuk pulang. hari udah petang banget dan gelap banget dan untungnya teman perjalan baruku terdapat dua orang anak adam haha iya ada dua cowok. Setidaknya ngerasa lebih safety kan.  Hmm segitu aja deh buat one day beach trip edisi 31 Januari 2015nya . Seee ya guysss !!!

Note:
-       -   Kalau lagi jalan-jalan emang lebih enak gausah pegang gadget dan mending lebih fokus ngobrol sama teman perjalananmu! Perjalananmu akan jauh lebih sempurna.
-         - Naik motor berdua dan cewe semua ga danger banget kok. Asal kita bisa jaga diri dan mastiin motor atau kendaraan yang kita tumpangi udah siap buat perjalanan jauh.
-          -Jangan malu bertanya! Yap sepanjang perjalanan, aku sama Esta bisa dikata lebih dari 10 kali tanya sama orang buat mastiin benar atau ngga nya jalan yang kita tuju.
-          -Kenal sama orang baru itu adalah bonus yang greget banget. Kita dapat tambahan teman dan chanel. Nah loh kalo lawan jenis kan lumayan mungkin dia jodohmu haha. So, jangan jadi orang yang tertutup! Tetap nice sama orang walaupun orang itu baru di kehidupan kita. Gak tau kan, siapa tau dia besok jadi rekan kerja kita atau mungkin jodoh kita, Aiiiihhh hahahah.
-          -Dan yang paling penting jangan buang sampah sembarangan!!


Jangan Samakan dengan Lainnya

                Namaku Flora, manusia, bukan tumbuhan dan ga bisa fotosintesis. Sudah belajar  makan dan minum sejak 19 tahun silam. Senang banget ngepoin akun-akun traveling dan hoby banget jalan-jalan. Maklum, sudah setahun terperangkap menjadi mahasiswi jalan-jalan, eh bukan, mahasiswi pariwisata di mantan perguruan tingginya bapak presiden. Nglantur kan.
                Suka jalan-jalan banget. Dan ga pernah enak kalau mau ngeupload  foto pas lagi jalan. Kenapa? Ya pasti banyak yang bakal ngomen:
                Eh anak pariwisata, kuliahnya jalan-jalan mulu nih
                Tuhkan ga pernah ajak-ajak kalau jalan
                Gila, hidup lu enak banget bisa jalan-jalan mulu
                Selo banget lu, bisa kemana-mana kek ga ada beban
                Nah. Komen-komen ngiri rada nyindir gitu yang bikin ga enak. Padahal niat upload kan Cuma buat bagus-bagusin galery instagram dan sedikit pamer sih. Eh. Haha. Oleh sebab itu, Flora bikin ini blog biar ga Cuma lihat fotonya, tapi juga bisa baca ceritanya. Bahwa! Flora jalan-jalan tuh ga Cuma buat senang-senang (walaupun kebanyakan sih iya) hahhaha. Tapi seriously, Flora Cuma pengen ngeshare aja kok pengalaman-pengalaman terus biar kalian yang pengen main bisa ada referensi hihi

Gunung Batur, Tiktok Satu Hari Saat Kuningan

Perjalanan ini sungguh perjalanan tak direncanakan. Pumpung libur dari internship, aku mengajak beberapa temanku di Bali untuk mendaki gunu...