Saya
tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini, dengan sedikit uang tabungan hasil
tidak hedon selama beberapa bulan, finally i got my first travel destination on
my travel list, KARIMUN JAWA. Such a
little paradise of central java. Ga bisa dideskripsikan betapa bahagianya
bisa menapakkan kaki di sebuah pulau di utara pulau jawa yang katanya ga kalah
sama pulau-pulau di timur Indonesia sana.
2
November 2015, sekitar pukul 2 dini hari, saya dan rombongan yang terdiri dari
2 kakak sepupu dan 2 temannya tiba di pelabuhan kartini Jepara. Pengambilan
waktu yang salah! Karena tidak punya pikiran buat nyewa homestay, kami berlima
macam gelandangan tidur di pelabuhan ditemani nyamuk-nyamuk haus darah yang
dengan senang hati memberikan oleh-oleh berupa bentol-bentol di kaki dan
tangan. Padahal kalau nyewa homestay, Cuma sekitaran 30-50 ribu saja. Beruntunglah
salah satu warung, warung pak bambang lebih tepatnya berbaik hati meminjamkan
kami tikar supaya kami bisa tidur lelap menunggu keberangkatan kapal keesokan
harinya.
Teeeettttt,
bunyi kapal siginjai membuat kami tambah semangat untuk memulai hari di awal
bulan November ini. Setelah sarapan sup udang yang enakk sekali, kami segera
berjalan menuju kapal yang siap berangkat. Eits, sebelumnya, mas Dije selaku
apa ya? Anggap saja beliau teman baru kami, teman kaka sepupu saya, dan salah
satu anggota Jelajah Karimun jawa yang paketnya kami gunakan, membelikan tiket
kapal untuk kami. Tiket kapal siginjai saat ini adalah Rp 57.000, ditambah
biaya pembayaran retribusi pelabuhan Rp 2000,- jika ingin membawa motor, biaya
motor dikenakan Rp 50.000,-. Berangkatlah kami berenam, yey!!
Lima
jam perjalanan laut terlalui dan tibalah di pulau KARIMUN JAWA. Akhirnya kaki
ini menapak di pulau yang menawarkan ribuan pesona alamnya huehehe. Sesampai di
pelabuhan kami dijemput oleh mas Jojo, nah beliau inilah teman kakak sepupu
saya, sekaligus akan menjadi guide kami di Karimun selama 4 hari 3 malam. First impression saya sih, mas Jojo
orangnya asik dan bakalan gilaaaaa, dan ternyata benar sekali. Beliau membuat
perjalanan kami di Karimun layaknya para petualang yang haus pesona alam
Indonesia *duh maafkan kealayan saya*. Sehabis bertegur sapa dan berkenalan
kami langsung tancap gas menuju homestay RG, Js. Homestay-nya kaya rumah
sendiri ditambah it located near the
port, you could see many fishermans boats and blue ocean infront of your eyes.
How BLISS i am! Eh ngomong-ngomong, di
depan pelabuhan ada Tourist Information
Center loh, kamu bisa tanya-tanya disana kalau masih bingung. Ada brosurnya
juga, tapi sayang, saya lupa mau minta.
Karimun
Jawa adalah salah satu pulau besar diantara gugusan pulau lain di kepulauan
Karimun Jawa. Masyarakat pulau Karimun masih sama dengan masyarakat di jawa,
karena kebanyakan penduduk karimun memang berasal dari jawa dan sebagian madura
dan bugis. Hari pertama di pulau karimun, kami habiskan dengan beradaptasi
dengan lingkungan karimun. Mas Jojo mengajak kami ke pantai Legoon lele, jalan
menuju pantai ini sangat indah dengan pemandangan bukit di kiri jalan dan
pantai-pantai di kanan jalan. Pantai Legoon lele termasuk pantai yang jarang
dikunjungi, terdapat satu kapal terdampar disana, pantainya bersih dan kata mas
Jojo, ketika laut surut, kita bisa berjalan lebih ke tengah menuju laut. Ah
karimun, ada-ada saja yang kau tunjukkan.
Oh
iya, salah satu yang bikin saya terkesan dengan karimun adalah kebiasaan masyarakat
sana yang membiarkan kunci motor tetap tergantung di motor tanpa khawatir motor
akan dibawa kabur orang. Saya sedikit was-was ketika pertama kali meninggalkan
motor dengan kunci yang masih bergelayut manja di motor. Tapi, ternyata benar,
motor ga bakal ada yang bawa pergi, karena mau dibawa pergi kemana, pasti akan
ketemu kalau seandainya di curi orang, karena ya hanya di pulau itu saja.
Buktiin deh kalau kalian ke Karimun, pasti banyak motor nganggur dengan kunci
yang masih bergantungan.
Nah
sehabis dari legoon lele, kami beranjak menuju pantai pancuran belakang, saya membayangkan
pantainya seperti pantai banyu tibo di pacitan, tapi kenyataaannya ternyata
berbeda. Memang sih ada pancuran air tawar tapi tidak deras karena saat itu
belum musim penghujan. Tapi pantainya tetap indah! Ada penyewaan kano juga
disana, ada ayunan, dan beberapa penjual minuman ringan oleh penduduk setempat.
Cukup lama kami habiskan waktu di pantai Pancuran Belakang. Setelah puas, mas
Jojo mengajak kami mencari kepiting di salah satu pantai tak bernama, atau saya
saja yang ga tau namanya. Sebelumnya beliau mengajak beberapa anak muda Karimun
untuk ikut bersama kami. Ada mas mamat yang katanya asli Jogja, kemudian mas
blablabla atau mas george atau entahlah nama aslinya, dan satu lagi, saya lupa
namanya. Tapi sudah hampir satu jam kami mencari kepiting, kepiting tak jua
kami dapatkan. Mungkin karena kami tidak berbakat jadi nelayan pemburu
kepiting, atau perlu pakai umpan uang biar tuan krab mau muncul dan menjadi
santapan kami nanti malam, hahaha.
Karena
ga berhasil dapat kepiting atau kerang akhirnya kami balik dan mas-mas karimun
tadi memetikkan beberapa kelapa muda untuk kami. Ah segarnya, wehh kami juga
jajan di warung dan harganya ga beda jauh sama di jawa. Oh iya, hasil bumi yang
paling dikenal untuk oleh-oleh yaitu mete yang perkilonya sekitar Rp 75.000,-
kalau tidak salah. Sayang saya ga beli.
Lanjut
neeehhh, setelah minum dan jajan-jajan ringan, kami melanjutkan ke bukit Love.
Ya kenapa di sebut bukit love atau bukit cinta, karena di sana ada lambang love
yang biasa digunakan untuk berfoto. Selain itu, naik sedikit kami sudah
menemukan bukit dengan tulisan karimun jawa dan view pantai yang indah
bangeeettttt buat ngeliat sunset. What a
beautiful twiligh i’ve ever see!! Matahari seolah dengan angkuhnya
tenggelam di batas cakrawala. Senja yang indah untuk mengakhiri hari pertama di
Karimun Jawa.
Malamnya
setelah makan malam dan bersih-bersih, saya dan dua teman kakak sepupu saya,
mbak Atina dan mas Huda ngobrol santai dengan mas Jojo dan mas Dije dan satu
lagi guide well yang bikin gila dengan ide-idenya, bang Jay. Kami ngobrol seru
tentang pengolahan sampah botol plastik dan keadaan karimun serta masyarakatnya
dalam menghadapi kepariwisataan di Karimun Jawa. You should know, not everybody knew about tourism in their hometown,
they only knew how to made these destinations famous and have a lot of tourist
but didn’t knew how to save the nature. So, that’s way, we should knew about
sustainable tourism, ecotourism and the impact of the tourism. Obrolan yang
penuh bobot untuk malam yang melelahkan, tapi rasanya otakku terisi lagi, ga
percuma dong bolos kuliah (jangan ditiru) tapi di Karimun malah dapat kuliah
berpuluh-puluh sks dan itu worthed
banget.
Hari
kedua pun datang! Hari ini saya dan rombongan menyusuri wisata darat di Karimun
Jawa. Destinasi pertama kami adalah pantai Anora dengan gundukan bukit cintanya
hehe. Pantai Anora adalah pantai tersembunyi yang jarang di ekspos oleh
wisatawan domestik, katanya kebanyakan yang datang malah wisatawan mancanegara
yang memang senang blusukan. Aku suka pantai Anora. Sebenarnya pantai dan bukit
ini adalah milik investor swasta kemudian oleh Bapak Asrori ditata sedemikian
rupa sehingga menjadi objek wisata yang menakjubkan
. I thought it was like little Belitong. Yah walaupun saya belum
pernah ke Belitong. Tapi, Anora menyajikan eksotisme pantai yang berbeda.
Semoga kelestariannya tetap lestari. Ada sedikit cerita lucu tentang asal-usul
nama Anora. tanpa sengaja saya nyeplos, “Namanya Anora, mungkin bapaknya pengen
ngasih nama Amora yang artinya cinta tapi kepleset jadi Anora kali ya.” Nah
lalu ditimpali oleh seorang bapak-bapak penduduk lokal yang sedang duduk di
warung sebelah, “Asal nama Anora itu dari kata Ana po ora, karena sebelumnya
tidak ada yang tahu siapa pemilik dari bukit dan pantai itu.” begitulah
pendapat bapak yang katanya dulu berasal dari jawa tengah yang sudah merantau
ke karimun sejak 30 tahun lalu.
Wihi
next destination aja deh. selanjutnya kami melajukan motor kami melewati jalan
beraspal yang menghubungkan pulau Karimun Jawa dengan pulau Kemujan menuju
kawasan hutan mangrove. Jadi, kata mas Jojo, hutan mangrove inilah yang bikin
karang-karang di karimun tetap bagus. Eh tanpa hutan mangrove ini, pulau
kemujan dengan karimun ga bakal tersambung kaya sekarang. Yups kita
bareng-bareng treking mengelilingi jalanan kayu mengitari hutan mangrove sampai
ke pos pemantauan (sebenarnya namanya pula saya tak tahu). Nah sebelum ke pos,
mas Jojo ngajarin kita nanam mangrove. “Yuk ke kutub nanam mangrove” what the damn words speak out from my mouth
haha. Yah selain nikmatin pemandangan yang addorable, kita juga dapat ilmu
yang bermanfaat. Terima kasih Jelajah Karimun
Abis
nanam-nanam mangrove, kami gas menuju pantai di ujung karimun, pantai yang
katanya jarang di jamah wisatawan. Perjalanannya sangat mengasikan, kami lewat
kampung suku bugis dengan aksen khas rumah adat panggungnya. Wih pulau kecil
yang beragam suku.
Dan
aku tahu mengapa pantai ini jarang di kunjungi. Trek menuju kesana so damn awfull, berpasir dan
berkelok-kelok (lebay). Ya tapi memang seperti itu. finally we got it! Welcome to Pantai Batu lawang atau pantai Watu
nganten, kenapa dinamakan seperti itu? karena ada dua batu besar menjorok ke
tengah laut dan katanya mereka pasangan yang tidak direstui kemudian kabur
begitu saja. Seremm! Tapi sungguh, pantai ini beda dari pantai-pantai lain,
kamu mungkin tidak akan mudah menemukan pantai jenis ini, dimana hamparan alga
hijau memenuhi pinggir pantai dan it was
really amazing views. Terbayar susahnya menuju pantai ini. matur suwunun Gusti!
Cukup
lama kami di pantai Batu Lawang. Suasananya yang sepi dan kebersamaan yang
menyenangkan membuat kami lupa bahwa masih ada destinasi yang belum kami
kunjungi. Akhirnya, setelah ga mager, kami bangkit dan melanjutkan perjalanan.
Bang
Jay memang benar-benar membuat kami explore
Karimun Jawa. Belum puas menunjukan kami hamparan alga hijau, beliau membawa
kami ke pantai terpencil diseberang hutan mangrove dengan jalan yang bisa
dibilang ekstrim. Namun, kami hanya sebentar di pantai terpencil tersebut, kami
melanjutkan ke pantai disebelah pantai barakuda, pantai dengan pohon kelapa
yang melambai-lambai syahdu. Eh sebelumnya kami membeli es potong goreng yang
enak banget, harganya Cuma Rp 3000,- loh, serasa balik ke masa kanak-kanak.
Hanya
sebentar kami di pantai itu, bang Jay lalu mengajak kami ke pantai tanjung
gelam untuk melihat sunset. Ga di
Karimun kalau tiap senja ga lihat indahnya matahari tenggelam. Sebenarnya
tanjung gelam juga ada spot snorkelingnya kata mba ratri, sepupu saya, namun
untuk trip laut kami mengambil hari ketiga. Kami memutuskan hanya menikmati
sunset dan berfoto di pohon kelapa yang hitz banget. Sayang, semua kamera
baterainya telah habis haha. Hari kedua kami berakhir ditutup kembali dengan
keindahan sunset pantai Tanjung
Gelam!
See
you on karimun jawa chapter II in days 3. Happy vacation!