Thursday, November 10, 2016

Karimun Jawa, Surga Tersembunyi di Jawa

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki berjuta potensi wisata yang indah dan berbeda dari negara-negara lain. Apalagi potensi wisata alamnya, tidak ada duanya mulai dari ujung barat sampai timur. Makin banyak potensi-potensi wisata yang dikembangkan oleh masyarakat lokalnya menjadi daerah tujuan wisata. Tapi, banyaknya daerah wisata yang dibangun harus pula diiringi dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang tepat dan sesuai.
Pembangunan pariwisata di Indonesia harusnya memenuhi teori 4A (Cooper,2005) yaitu aksesibiltas, atraksi, amenitas dan ancillary Teori 4A dalam pariwisata. Biasanya daerah-daerah tujuan wisata lemah dalam pengembangan amenitas atau fasilitas pendukungnya.
Nah, saya mengunjungi sepotong surga tersembunyi yang terlupakan beberapa bulan lalu. Pulau kecil di utara pulau Jawa, dengan penduduk mayoritas adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya di laut lepas. Untuk menuju pulau tersebut membutuhkan waktu hampir lima jam perjalanan laut dengan kapal siginjai dari pelabuhan kartini, Jepara. Ya! Pulau itu Karimun Jawa, Surga kecil yang tersembunyi.

Kapal Siginjai
Dokumentasi Pribadi


Pantai Pancuran
Dokumentasi Pribadi

Pantai Legoon Lele
Dokumentasi Pribadi

Senja di Karimun
Dokumentasi Pribadi

Empat hari tiga malam rasanya tak cukup puas menikmati indahnya pulau Karimun Jawa. Banyaknya pulau-pulau indah lain yang mengelilingi Pulau Karimun Jawa juga menjadi nilai tambah pariwisata di Kepulauan Karimun Jawa. Berbagai potensi wisata alam dikembangkan dan dipromosikan. Pantai-pantai yang tadinya masih suci dibuka untuk wisatawan. Bukit-bukit mulai ditelusuri dan dirombak menjadi spot melihat matahari terbenam maupun matahari terbit. Masyarakat mulai tak asing dengan pariwisata, masyarakat mulai tidak kaget dengan wisatawan yang tiba-tiba memasuki daerah mereka. 

Bukit Cinta
Dokumentasi Pribadi

Matahari terbenam di Bukit Cinta
Dokumentasi Pribadi

Tidak diragukan lagi Karimun Jawa memiliki pantai-pantai dengan pasir putih yang indah dan terumbu karang yang bagus dan tidak kalah dengan pantai di Indonesia timur. Menjadi salah satu dari surga tersembunyi Indonesia dalam bidang pariwisata membuat Karimun terus berbenah.(surga tersembunyi Karimun Jawa) Tidak hanya wisata lautnya yang menarik untuk dieksplor. Wisata Budaya dan wisata yang berada di pulau Karimun juga sangat bagus untuk dikunjungi. Saya sempat mengunjungi hutan mangrove di perbatasan Pulau Karimun Jawa dengan Pulau Kemujan. Tidak hanya itu, sebelum menuju pantai batu pengantin, saya melewati sebuah perkampungan penduduk bugis dengan rumah adat mereka yang berjajar rapi. Sungguh menakjubkan menemukan keunikan seperti itu di Pulau yang masih berada di wilayah Jawa. Sayang seribu sayang, akses jalan di Pulau Karimun Jawa masih kurang, karena ada sebagian jalan-jalan yang berlubang dan bahkan masih belum bersemen, atau hanya pasir saja. Padahal, banyak sekali atraksi wisata terutama pantai yang tersembunyi, dan sangat sulit untuk mencapai pantai-pantai tersembunyi tersebut.
Sebagai pulau yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Jawa, Karimun Jawa memang menjadi spot wisata favorit untuk melepaskan penat dan memiliki pengalaman baru. Masih dalam topik aksesibilitas, akses menuju Karimun Jawa ada tiga cara, yang pertama adalah menggunakan kapal siginjai dengan waktu tempuh selama lima jam perjalanan. Kemudian menggunakan kapal express dengan waktu hanya tiga jam perjalanan dan menggunakan pesawat kecil dari bandara Ahmad Yani di Semarang. Namun sayang, pengoperasian bandara di Pulau Karimun Jawa sendiri masih sangat kurang dan terbatas.

Menanam Mangrove
Dokumentasi Pribadi

Jalan di Hutan Mangrove
Dokumentasi Pribadi

Apabila akses yang ada sudah bisa dioptimalkan dengan baik, entah itu akses laut maupun udara, Karimun Jawa akan menjadi destinasi tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi, terutama untuk wisatawan mancanegara. Selain itu, ada al lain dalam pengembangan pariwisata di Karimun Jawa, sebagai suatu destinasi wisata bahari dengan kekayaan alam lautnya, masyarakat Karimun Jawa perlu mendapat sosialisasi maupun penyuluhan baik untuk nelayan maupun pemandu lokal. Tanpa sosisalisasi yang tepat, kekayaan alam laut akan mubazir dan tidak tahu bagaimana cara menjaganya. Karena terumbu karang membutuhkan waktu 1 tahun untuk tumbuh sekitar 1 cm dan butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk membentuk satu terumbu karang yang indah. Sayang bila terumbu-terumbu itu rusak akibat ulah wisatawan atau malah masyarakat lokalnya sendiri.

Snorkeling
Dokumentasi Pribadi

Terumbu Karang di Karimun
Dokumentasi Pribadi

Pemandangan bawah laut Karimun Jawa
Dokumentais Pribadi

Tidak hanya itu, kebersihan pantai juga menjadi prioritas dalam pengembangan pariwisata di Karimun Jawa. Banyak sekali sampah yang mengendap di sekitaran pantai di Pulau Karimun. Sampah itu berasal dari sampah yang dibawa oleh wisatawan dan banyak juga sampah yang berasal dari Pulau jawa seperti dari Semarang atau Jepara itu sendiri. Untungnya ada beberapa komunitas yang mendedikasikan dirinya untuk sekedar membersihkan sampah-sampah tersebut.

Membersihkan sampah di Karimun Jawa
Dokumentasi Pribadi

Pembangunan pariwisata di Karimun Jawa sangat perlu terutama dengan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat lokal Karimun Jawa tentang pentingnya sustainable tourism dalam pariwisata. 

Sunday, October 30, 2016

Menggenggam Mentari Pagi di Punthuk Setumbu Borobudur

Pagi yang sejuk dengan bau dedaunan dan tanah pedesaan di daerah Borobudur membuat saya betah berlama-lama memejamkan mata dalam hangatnya selimut. Udara dingin yang menyusup di celah-celah jendela homestay seraya mendukung untuk tidak keluar dari kamar. Terngiang cerita orang tentang indahnya matahari terbit tetap tidak membuat saya beranjak dari kasur berselimut putih ini. Tapi tunggu, matahari terbit di daerah Borobudur adalah fenomena yang berbeda dan istimewa. Hal itulah yang membuat saya datang ke Borobudur dan bangun pagi buta ditemani udara dingin yang menusuk-nusuk pagi ini.
Suasana pedesaan masih sunyi senyap. Saya langkahkan kaki keluar dari kamar dan bertemu Pak Yudi, pemilik homestay di tempat saya menginap. Sebelumnya beliau memang telah berjanji untuk menemani saya menyaksikan indahnya matahari terbit di Punthuk Setumbu atau lebih dikenal dengan Borobudur Nirwana Sunrise.
                “Selamat pagi, sudah siap lihat sunrise terbaik di Borobudur, dek?” sapa Pak Yudi penuh semangat sembari menyodorkan teh manis panas dan pisang goreng yang masih hangat. “Dimakan dulu sebelum berangkat.”
                Perjalanan dari homestay saya di desa wisata Candirejo menuju Punthuk Setumbu hanya membutuhkan waktu 15 menit karena jaraknya hanya sekitar 7 kilometer. Bagi teman-teman yang berangkat dari Yogyakarta saya sarankan berangkat lebih pagi lagi karena membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan. Letak Punthuk Setumbu sangat mudah untuk diakses. Tinggal mengikuti petunjuk jalan yang berada di pinggir jalan atau menggunakan aplikasi maps di smartphone. Oh iya, bagi yang masih takut tersesat, masyarakat lokal daerah Borobudur biasanya siap mengantar, mereka biasa ditemui di depan pintu masuk Taman Wisata Candi Borobudur. Dalam perjalanan, kami melewati desa Borobudur – Ngaran Bawah – Bumi segoro – Kretek – Kurahan.
                 Punthuk Setumbu sendiri berada di dusun Kurahan desa Karagrejo kecamatan Borobudur. Sekitar 4 kilometer dari Candi Borobudur. Sampailah kami di titik pemberhentian menuju puncak Punthuk Setumbu. Parkiran untuk mobil dan motor lumayan luas untuk destinasi yang berada di wilayah perkampungan penduduk. Karena kami berangkat sebelum adzan subuh, kami menyempatkan untuk beribadah subuh terlebih dahulu di mushola yang sudah disediakan. Kamar mandi dan toiletnya pun tersedia dan bersih.

                Setelah menunaikan Sholat kami berdua segera menuju tempat penjulan tiket. Tiket masuk Punthuk Setumbu dibagi menjadi dua golongan, untuk wisatawan domestik Rp 15.000,-/per orang dan  untuk wisatawan mancanegara Rp 30.000,-/per orang. Harga yang cukup murah untuk keindahan yang tidak bisa disaksikan ditempat lain. Dua tiket sudah berada digenggaman, kami siap mendaki untuk menuju puncak Punthuk Setumbu.
                Dibutuhkan waktu sekitar 15 menit mendaki anak tangga tanah yang sengaja dibuat untuk memudahkan wisatawan mendaki bukit yang tingginya 400 meter ini. Langit masih gelap dan suara serangga masih terdengar mengalun menemani sinar bohlam lampu yang sudah dipasang di tiap titik pendakian. Udara masih dingin, jangan lupa untuk mengenakan pakaian tebal agar tidak kedinginan.

anak tangga di Punthuk Setumbu
sumber: dokumentasi pribadi

                Akhirnya, sampai juga di puncak Punthuk Setumbu. Terdapat beberapa bangku dari bambu untuk beristirahat sembari menunggu sunrise datang. Pembatas bambu juga dipasang dipinggir jurang untuk perlindungan wisatawan. Suasana saat itu sudah lumayan ramai oleh wisatawan. 

wisatawan asyik mendokumentasikan sunrise
sumber : dokumentasi pribadi

      Semburat orange mulai nampak perlahan dari arah timur. Matahari perlahan terbit dengan bangganya diantara gunung merbabu dan gunung merapi. Tampak Candi Borobudur dengan megah menemani keindahan matahari pagi itu. Candi Borobudur tambak berada di rawa-rawa dengan kabut putih menyelimutinya. Sungguh, pemandangan yang luar biasa indah dan hanya bisa ditemui di Borobudur, terutama di Punthuk Setumbu.

semburat matahari yang perlahan muncul
(dokumentasi pribadi)

matahari muncul perlahan
(dokumentasi pribadi)

tampak Candi Borobudur seperti di rawa-rawa
(dokumentasi pribadi)

pesona Jawa Tengah!
(dokumentasi pribadi)

menggegam matahari
(dokumentasi pribadi)

                Tidak hanya bagian timur dari Punthuk Setumbu yang menarik, ketika kalian berjalan menuju sisi selatan, pemandangan bukit menoreh dan pedesaan-pedesaan dibawahnya yang nampak kecil serta diselimuti kabut menjadi nilai tambah tersendiri untuk mata kami.

pemandangan sisi lain punthuk setumbu
(dokumentasi pribadi)

Indahnya Punthuk Setumbu
(dokumentasi pribadi)

                Sebelum turun, kami menyempatkan menyeruput secangkir kopi di warung yang telah tersedia sambil bercengkerama dengan pemilik warung.
                “Dulu, bukit ini hanya bukit biasa, masyarakat sekitar bekerja sebagai petani. Tapi, sejak dibukanya Punthuk Setumbu tahun 2010an, kehidupan ekonomi masyarakat mulai terbantu. Banyak yang kerja seperti saya jualan makanan dan minuman, tukang parkir, dan pengelolaan Punthuk Setumbu sendiri dikelola oleh masyarakat kami sendiri. Banyak wisatawan asing yang senang mengunjungi Punthuk Setumbu,” Cerita pemilik warung dengan senangnya.

saya sedang mengambil moment berharga
(dokumentasi pribadi)

                 Satu lagi wisata yang menarik dari Magelang, Jawa Tengah yang sudah berhasil membuat mata saya terkagum-kagum. Tidak hanya Candi Borobudur yang menjadi ikon Magelang, banyak sekali obyek wisata lain yang menarik untuk dikunjungi dan dieksplor di Jawa Tengah. Mari kembangkan wisata Jawa Tengah menuju wisata yang berkelanjutan! Karena Pesona Jawa Tengah tidak akan pernah ada matinya. Alam, budaya, masyarakat dan wisata minat khusus lainnya secara berkesinambungan mendukung Pesona wisata Jawa Tengah.


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)

Tuesday, August 30, 2016

Nyantai di Kedai Wedangan Watu Lumbung

Pernah nongkrong asik sambil lihat matahari terbenam ? Atau minum kopi bareng ditemenin pemandangan lampu-lampu kota? Kalau belum, kamu harus ke kedai watu lumbung.

pict by Farah, Kelana Wisata

Kedai ini terletak 27 kilometer dari kota Jogja dan dapat ditempuh sekitar satu jam perjalanan dengan kendaraan pribadi. Kalau mau lihat sunset disarankan berangkat agak sore dan pastikan tidak mendung ya. Akses menuju kedai watu lumbung sangat mudah, kalau dari Jogja kota, lewatlah jalan parangtritis lurus terus sampai jembatan kali oya ada pertigaan kecil belok kiri sekitar 500 meter baru belok kanan, kedai wedangan watu lumbung terletak di kanan jalan. Dari bawah sudah nampak bangunan-bangunan kecil berbahan kayu dan bambu meghiasi bukit yang oleh orang sekitar disebut bukit seribu.

google maps
               
  Menu yang ada di kedai wedangan watu lumbung ini juga bervariasi loh. Ada banyak jenis kopi mulai dari kopi lintang, kopi papua, kopi flores dan masih banyak kopi lainnya. Tidak hanya itu, berbagai macam minuman tradisional turut melengkapi menu di kedai wedangan watu lumbung ini, mulai dari wedah uwuh, teh tarik, dan lain sebagainya. Kalau pagi hari biasanya ada menu jajanan pasar seperti growol, tiwul, nogosari, gethuk. Siang beda lagi nih menunya, ada sayur rumahan, nasi tempe, dan lain-lain. Pagi dan siang beda dan enak-enak kan. Malam apalagi nih guys. Ada ketela goreng, peyek, tempe goreng dan lain-lain. Wah makin kepo kan buat mampir ke kedai ini. Eh denger-denger dari mbak yang jaga di menu, bahan-bahan makanan dan minuman diambil dari sekitar kedai loh.
                Sesuai namanya, kedai wedangan watu lumbung tidak hanya untuk nyantai dan ngopi asik loh. Sebagai kampung edukasi, disini ada sebuah perpustakaan kecil yang koleksinya lumayan lengkap. Nah, kalau mau gratisan nih ya, cukup bawa buku yang masih layak baca untuk disumbangkan ke perpus mini ini. Bantuan kecilmu akan sangat berarti untuk masyarakat ataupun tamu yang datang ke kedai ini. Eh tapi ga cuma buat dapet gratisan aja loh, niatkan untuk kepedulian akan generasi muda dan belajar menghargai alam dan sekitarnya.
pict by Farah, Kelana Wisata
                Balik lagi ke konsep arsitektur di kedai wedangan watu lumbung, kedai ini memang benar-benar mengambil tema alam yang nyantai dan terkesan artsy dengan pilihan bambu-bambu yang dijadikan pagar dan kursi kayu berukiran tak beraturan menghiasi tiap sudut kedai. Fasilitas seperti toilet dan mushola kecil juga tidak jauh dari kesan pedesaan yang nyeni dengan ada beberapa lukisan menempel di dinding-dindingnya. Coret-coretan himbauan atau sekedar anekdot dan papan menu juga tak kalah nyentrik walau menu pesanan hanya menggunakan kertas hvs print-print –an.
pict by Farah, Kelana Wisata

pict by Farah, Kelana Wisata

pict by Farah, Kelana Wisata

pict by Farah, Kelana Wisata

pict by Farah, Kelana Wisata

pict by Farah, Kelana Wisata
                

Segelas kopi, pisang goreng panas, pemandangan alam Bantul dan suasana pedesaan yang masih kental akan menjadikan soremu sore yang syahdu.












Friday, April 22, 2016

Potensi Sabang sebagai Daya Tarik Pariwisata Aceh

Indonesia memang tidak ada habisnya kalau soal pariwisata. Mulai dari ujung utara samapi selatan, dari barat sampai timur ada aja yang bikin mata ga berhenti-berhenti buat memandang takjub. Tapi kali ini, saya ga akan ngebahas semua potensi wisata di Indonesia. Ga cukup satu postingan nih. Jadi, saya bakal bahas tuntas tentang ujung barat Indonesia. Tadaaaaaaa, wilayah yang dijuluki serambi mekkah ini tidak kalah dalam hal pariwisata. Yaps! Pemerintah Aceh sedang giat-giatnya membangun industri pariwisata disini.
Pulau sabang adalah pulau paling barat di Aceh. Sebagai pulau yang sempat diterpa bencana besar, sabang mulai bangkit dan perlahan membangun industri pariwisatanya. Tidak hanya wisatawan domestik yang berkunjung ke sabang. Wisatawan mancanegara sangat tertarik dengan sabang, kapal-kapal pesiar besar berlabuh dan menurunkan wisatawan di sabang. Sure! Pasti akan menaikan devisa negara. Bayangkan saja apabila target wisatawan yang datang ke sabang banyak, ga hanya devisa negara, masyarakat lokal pasti akan terbantu dengan datangnya pariwisata di Sabang. Thats why, saya sukaaa banget liat masyarakat lokal sabang, mereka terbuka dan mau menerima kehadiran wisatawan di Sabang.
Nah, soal wisata bahari di sabang emang gaada matinya! Kalian bisa menikmati surga bawah air di pulau weh sabang dengan bersnorkeling atau diving. Pantai Iboih adalah pantai paling famous untuk ber-diving ria. Jaraknya sekitar 50km dari pelabuhan Balohan Sabang. Tidak perlu khawatir, di Pantai Iboih terdapat berbagai akomodasi untuk menginap. Homestay, cottage, hotel bahkan bisa menginap di rumah warga sekitar. Santai saja karena masyarakat Sabang memang terkenal baik dan sanatai abis. Bahkan ada pemandu yang bilang kalau asal kata Sabang adalah Santai banget. Lol. Anyway, di Pantai Iboih, wisatawan dapat menikmati keindahan terumbu karang pulau weh, atau menikmati pemandang hamparan laut lepas samudra Hindia dan pemandangan gunung berapi di dalam laut! Dimana lagi coba kalau ga di Sabang! Buat yang tidak mempunyai alat menyelam atau snorkeling, di sana banyak penyewaan-penyewaan alat-alat snorkeling dan diving. So, santai aja ma bro!
Berjalan sebentar sekitar 250meter kalian akan menemukan pantai yang ga kalah indah. Pantai Rubiah! Di pantai rubiah kalian bisa menyelam atau bersnorkeling ria, karena airnya jernih bangettttt mencapai kedalaman 10-15 meter. Banyak banget terumbu karang indah di pantai rubiah, ada karang meja, karang tanduk, karang batik dan beberapa bekas mobil-mobil yang sengaja di tenggelamkan ketika tragedi tsunami beberapa tahun yang lalu. Ga Cuma wisata airnya yang menawan. Terdapat sejarah yang asik banget dari pantai rubiah. Pantai rubiah memiliki bekas karantina haji dari seluruh wilayah di Indonesia. Inilah asal mula Aceh disebut serambi Mekkah, karena dulu sebelum berangkat ke tanah suci, masyarakat seluruh Indonesia berkumpul dulu di sini dan kemudian baru diberangkatkan ke tanah suci. Sayangnya, masih banyak pengunjung yang tidak sadar akan sejarah tersebut dan acuh, padahal sangat menarik untuk disimak dan dijadikan cerita. Dan sayangnya lagi, bekas karantina tersebut sekarang sudah banyak docoret-coret oleh tangan tak bertanggung jawab. Mungkin perlu adanya sosialisasi terhadap masyarakat lokal dan pengunjung akan meningkatkan kesadaran pariwisata di daerah pantai Rubiah.
Meluncur ke darat setelah puas berenang bersama ikan – ikan dan terumbu – terumbu karang yang indah. Kalian harus banget banget ke Tugu titik nol kilometer di Sabang. Kenapa harus kesini?? Pertanyaan bagus. Tugu titik nol kilometer atau monumen titik nol kilometer adalah sebuah penanda geografis titik nol di ujung barat Indonesia. Nah, lokasi tugu ini berada di antara hutan Sabang dan hanya berjarak 5 km dari pantai Iboih. Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit guys! Dan menariknya, kita akan melewati monkey road dimana kanan-kiri jalan akan banyak monyet-monyet bermunculan. Bisa kok berhenti dan ngasih makan ke mereka. oh iya, kalian juga bisa dapat sertifikat loh kalau mengunjungi tugu ini, tapi untung-untungan sih, tergantung travel agen dan kepentingan kalian ke tugu nol kilometer juga. So here iam. Berada di titik terbarat Indonesia!
               
Selamat berkelana! Kembangkan pariwisata dalam negri! Saveterumbukarang dan jangan lupa jalan-jalan!



Mari Rayakan Sabang Marine Festival 2016 Lewat Tulisan
Pariwisata Aceh

Friday, April 1, 2016

Ekowisata Taman Sungai Mudal

Yogyakarta, apa yang bakal kalian pikirkan tentang satu tempat istimewa ini? Budayanya? Wisatanya? Masyarakatnya? Alamnya?
Coba kalau wisata? Apa yang terbesit dalam benak kalian? Keraton? Tugu? Malioboro?
Kalau alam? Pantai pasti, Gunung Kidul pasti. Padahal, wisata di Jogja banyak banget, ga melulu soal keraton, tugu, candi dan pantai-pantai di Gunung Kidul  loh. Do u ever imagine about waterfall? Rice field? Fresh atmosphere? Do u ever hear Kulon Progo?
Kalau sebagai masyarakat Jogja entah itu mahasiswa, perantau atau lokal youth nya pasti ga asing sama Kulon Progo. Yuhuu, Kulon Progo lagi jadi trending topic wisatanya Jogja. Apalagi semenjak boomingnya instagram. Everybody try to be traveler, sok ala-ala pecinta alam, sok ala-ala anak explore. Ya bagus sih, bisa mengembangkan wisata lokal dan membantu masyarakat sekitar destinasi tapi ya diimbangi dengan jagain lingkungan juga dong, ga buang sampah sembarang misal.
Nah balik lagi soal Kulon Progo. Uhuy tahu potensi wisata di Kulon Progo apa aja ga nih? Kebanyakan sih Air Terjun ya, soalnya daerah Kulon progo memang berada di sekitar perbukitan Menoreh yang asri nan teduh. Banyak sumber air yang turun dan mengalir membentuk suatu aliran air yang indah. Istimewanya, air terjun – air terjun di Kulon Progo itu jernih dan bentuknya beda – beda dari air terjun yang satu dengan air terjun yang lain. Karena potensi yang luar biasa itu, pemerintah dan masyarakat Kulon Progo bekerja keran buat mengembangkan air terjun – air terjun tersebut menjadi suatu destinasi wisata. Dan hasilnya? Walaaaa dapat kita lihat sendiri, Kulon Progo menjadi salah satu daerah yang ga boleh dilupakan untuk dikunjungi ketika datang ke Jogja.
Salah satu dari air terjun di Kulon Progo adalah Taman Sungai Mudal, sebenarnya bukanlah asli air terjun, namun suatu sungai yang dibendung dan terbentuklah air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Ya anggap saja air terjun yak.
pict by kelana wisata
Air terjun yang terletak di Banyunganti, Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo kabupaten Kulon Progo ini resmi dibuka menjadi tempat wisata sejak 15 Juni 2105, dan ramai sekali dikunjungi wisatawan domestik setiap sabtu minggu, kadang weekday pun Taman Sungai Mudal tetap ramai dikunjungi. Ada beberapa spot air terjun disini, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Selain itu, ada spot untuk berenang di tempat paling bawah setinggi 2 meter. Tempatnya adem enak banget buat sekedar bersantai sambil renang-renang ceria. Ada tiga jembatan unyu menggunakan bambu yang bagus juga buat spot foto. Selain itu, Taman Sungai Mudal juga memiliki camp site, buat wisatawan yang ingin menginap atau sekedar ala-ala disana. Ada juga penyewaan hammock dan FLYING FOX oh My! Walaupun hanya pendek sekitar 500 meteran atau berapa ya, tapi its so funny! Hanya Rp 10.000 lagi. Dan Retribusinya juga murah banget untuk air terjun yang indah ini, hanya keluarin uang sebesar Rp 3000 dan Rp 2000 untuk parkir. So cheapy!!!
pict by kelana wisata
Tetapi, buat ke Air terjun ini butuh perjuangan ekstra! Kalau dari Jogja kalian bisa lewat jalan Godean lurus terus ikuti jalan. Banyak plang penunjuk kok. Atau lihat di map! How technology so damn help us! Anyway, kalo naik motor agak berat waktu tanjakan menuju Jatimulyonya. Tapiiii, pemandangannyaaaaa kalian ga akan nyesel pernah datang ke Kulon Progo! Oh iya, di dekat Taman Sungai Mudal juga ada beberapa spot air terjun yang lebih WOW lagi. Jaraknya pun ga jauh-jauh banget kok. Yuk ramaikan tagar #explorejogja dengan tetap cintai alam ini, cintai Jogja dan kembangkan pariwisata berkelanjutan!
pict by http://direktori-wisata.com/

Stay Awesome! See ya on the next journey gals! J





Tuesday, March 29, 2016

Body Rafting Santirah

Did u ever hear about Santirah????

Pasti sangat asing di telinga kalian. i mean pasti kalian bakal berpikir, apaan santirah, sarinah kali. 
So let me tell you about that strange place called Santirah.
Santirah adalah wisata river tubing/body rafting di Pangandaran. Tepatnya di Desa Selasari Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Welaa kalau dengar Pangandaran pasti langsung nyambung sama Green Canyon, Padahaaaaal, Pangandaran ga Cuma punya Green Canyon doang loh. Pangandaran have a lot of river tourism attraction with cave and waterfal tho. Ada sungai panjang dengan goa dan air terjun di dalamnya, ya kalau di Jogja kaya cave tubing Goa Pindul atau Kalisuci. Bedanya! Santirah still virgin! Cave Tubing di Santirah terbilang masih baru karena baru dibuka Maret 2014 yang lalu. Thats why i said Santirah still Virgin. Kamu bakal ngeliat betapa masih perawannya Santirah ketika kamu melakukan perjalanan dari Green Canyon ke Santirah. Jalannya ga beda jauh sama peyek kacang. Tapi, pemandangan di sekitarnya, beeeeh alami pisan euy kalau kata orang sunda mah.
Hebatnya lagi masyarakat di sekitar Santirah memanfaatkan wisata ini untuk memperbaiki jalan. Setidaknya kalian akan melewati dua dusun dan dua dusun itu berpalang, sehingga kalian harus merogoh kantong sebesar Rp 2000 untuk melewatinya. Its So cheapy lah! Sebanding sama pemandangan yang bakal kalian lihat.
good food never end
            Anyway, Perintis Santirah ini bernama Abah Kunai, he manage all the management, promotion and reservation. Jadi, bulan Januari lalu, saya dan my fantastic family reservasi dulu sekitar 2 jam sebelum berangkat ke lokasi. Harganya lumayan sih, Rp 100.000/pax tapi sudah include makan siang. Kalau ga pakai makan siang Cuma Rp 75.000/pax tapi serius enak sama makan siang deh. apalagi makannya  wuihh enak banget, nasi liwet sambel terasi dan sejenisnya. See my pict!
            Perjalanan dari Green Canyon menuju Santirah memakan waktu hampir satu jam lebih karena nyasar juga sih dan plang nya sedikit sekali yang menunjukan arah ke Santirah. Jadi bertanya pada lokal youth is the best way, dari pada nyasar kan. River dan cave tubing ga Cuma di Santirah kok, sebelum sampe di Santirah banyak sekali plang iklan per daerah yang menawarkan wisata air tersebut. Kata bapak pemandu saya sih, di daerah situ memang banyak sekali sungai dengan goa dan air terjun. Dan berkembangnya pariwisata membuat tempat-tempat itu dibuka menjadi atraksi wisata. Hampir ada 100 cave di sungai yang mengalir dan bermuara di pantai pangandaran. Im awmazzzeeee.
me and my father try to jump out !
            Santirah sendiri awalnya hanya kali yang masih alami, karena benar-benar jauh dari pemukiman penduduk. Kali yang panjangnya 100 meter dengan 4  gua dan 5 air terjun mini memang sangat sayang untuk dilewatkan! Butuh waktu sekitar 2-3 jam untuk menyusuri kali yang kata sejarah merupakan tempat terbunuhnya seorang perempuan bernama Santirah. Ngeri ih.
            Well akses transportasi menuju wisata ini memang agak sulit. Kecuali dengan kendaraan pribadi ya. Wisatawan kebanyakan berasal dari Bandung, dapat dilihat dari parkir motor dan mobil yang mayoritas berplat D. Setelah tanya-tanya bentar sama bapak pemandu, Santirah biasanya ramai saat weekend atau ketika ada tamu rombongan. Btw disana pemandunya terbatas dan dilayani lewat satu pintu saja. So, its not gonna be like Goa Pindul! Santirah tutup jam 4 sore karena air pasti meluap dan tutup pula ketika hujan. Dont force ur self dear, safety more important for ur life.
            Itu saja sih cerita dari Santirah. Yuk kesana lagi main air. Happy UTS yang lagi UTS dan Happy Holiday buat yang libur mulu!! Anyway aku kangennnnn liburan L
my best guide in santirah


Sunday, January 17, 2016

Edisi Pantai: Pulau Merah dan Teluk Ijo

                Tempat ini sudah banyak dibahas di akun-akun travel blogger lainnya. Tapi ga salahkan kalau saya juga pengen bahas sesuai dengan sudut pandang yang berbeda. Yes! Red island atau yang dalam bahasa Indonesia Pulau Merah. Saya sempat mengunjunginya bahkan ngecamp semalam di pantai Pulau Merah.
Pulau Merah
                Well, kami hanya semalam ngecamp di pantai pulau Merah, yaiyalah ya. Abis itu, kami melanjutkan perjalanan ke TAMAN NASIONAL MERU BETIRI. Yohooo. Perjalanan yang ga bakal terlupakan. Taman nasional meru betiri searah dengan pulau Merah, tinggal keluar sekitar 500 meter dari pos retribusi kemudian belok kiri dan ikuti jalan. Kita akan melewati PT. Perkebunan Nusantara XII, Kebun Sungai Lembu. Nah sepanjang jalan akan tampak kebun-kebun kopi, pinus, sengon dan macam-macam pohon perkebunan lainnya. Hai jangan bayangkan jalan menuju pintu masuk TN Meru Betiri seperti jalan ke kawah Ijen. Malah jalanan peyek kacang macam di Baluran yang akan kalian temui. Tapi seruuuu banget.                Butuh hampir empat jam perjalanan dari penginapan menuju Pantai Pulau Merah. Mungkin karena harus berhenti untuk makan dan membeli perbekalan kali ya jadi lama. Balik lagi, pantai yang terletak di selatan Banyuwangi ini memiliki ciri khas yang berbeda. Ada sebuah pulau kecil dekat dengan pantai, itulah yang disebut pulau merah. Kenapa disebut pulau merah? Menurut sumber yang saya baca sih ada dua alasan, pertama karena warna pasir dan tanah di pulau tersebut berwarna kemerah-merahan sedangkan versi kedua menurut warga, dahulu ada pancaran cahaya merah yang bersinar sekitar 100 meter dari pulau tersebut sehingga diberilah nama pulau merah. Jika laut surut kita dapat berjalan menuju pulau merah. Namun sayang, saat kami kesana, laut sedang mengamuk dan pasang terlalu tinggi.
                Bahkan saat malam harinya, terjadi badai di pantai. Apalah daya kami yang hanya tidur dalam tenda. Ngeri sih tapi karena bareng-bareng yauda all is well ajalah. Anyway di Pantai Pulau Merah terkenal dengan keindahan sunsetnya. Sayanggggg banget lagi, kami sampai di sana ketika matahari sudah turun ke peraduannya , halah. Dan ga sempet liat sunseeeettt! Nah karena kami datang saat hari mulai gelap, tidak ada yang menarik retribusi panta. Retribusi pantai sendiri adalah Rp 5000,- per orangnya. Pantai yang terletak di teluk pancer ini memang awesome banget, ga kalah lah sama pantai Kuta di Bali.
                Nah pas uda masuk ke gerbang TN Meru Betiri, kami wajib membayar biaya tiket masuk. Untuk per orangnya sebesar Rp 7.500,-, sepeda motor Rp. 5000,-, kendaraan roda 4 sebesar Rp. 10.000,- dan Roda 6 sebesar Rp 30.000,-.
                Tujuan kami adalah pantai Teluk ijo, berjuang lagi deh melewati jalanan yang parah. Struggle man! Masih ada rumah-rumah penduduk disekitar jalan yang kami lewati. Desa Selarong namanya. Eits, sebelum sampai di pantai Teluk Ijo, kami melewati pantai Rajagwesi. Pantainya bagus walau kami hanya melihatnya dari jalan karena tidak sempat mampir. Di sebelah pantai ada sebuah lahan penuh rumput dengan satu pohon besar dan ada sapi-sapi sedang makan siang. Saya bilang pada Imboy, partner naik motor, bahwa pemandangan itu seperti di film little Khrisna. Haha.
                Finawesome. Sekitar setengah jam, kami sampai di pantai batu. Diberi nama pantai batu karena memang isinya batu semua. Masih harus berjalan lagi sekitar 10-15 menit dan sampai kami di Teluk Ijo. Yey! Pantai dengan pasir putih yang menawan dan air laut yang berwarna kehijau-hijauan serta suasana rindang membuat kami tidak tahan untuk mengabadikannya dalam jepretan kamera. Asyik sekali!


ally, sampailah kami di ... tempat parkir, yups kalau mau ke teluk Ijo, masih harus berjalan sekitar satu kilometer lagi dengan medan naik turun yang
                Puas dengan teluk Ijo, kami pun memutuskan pulang ke penginapan. Sebenarnya di taman Nasional Meru Betiri masih banyak spot wisata lain yang more awesome. Pantai Sukamade misalnya, melihat pelepasan penyu-penyu cantik membuat kami tergoda ingin kesana, sayangnya waktu tidak bisa diajak berkompromi. See ya beberapa tahun lagi Meru Betiri, saya akan menyambangimu lagi.
Tambahan : Hari itu, 19 Desember 2015 adalah hari ulang tahun Banyuwangi yang k 244 tahun. Kebetulan salah seorang dari kami mendapat undangan VIP untuk menonton perayaan ulang tahun Banyuwangi di Taman Blambangan, kami ikut saja. Menonton dangdut khas Banyuwangian dan kembang api simbol HUT Banyuwangi adalah hari terakhir yang ga bisa dilupakan. Banyuwangi memang punya cerita lain dalam kehidupan saya.
                Yuhuuy sampai jumpa lagi di perjalanan-perjalanan yang lain. Keep Awesome!


Kawah Ijen dan Penambang Belerang



Kawah ijen menjadi destinasi wajib yang harus dikunjungi jika ke Banyuwangi! Menjadi spot yang sudah famous di seluruh dunia membuat saya dan teman-teman tak ketinggalan untuk bercengkerama dengan dataran tinggi berkawah setinggi kurang lebih 3000 mdpl ini. Perjalanan kami mulai dari penginapan sekitar pukul 12 malam. Menyusuri jalanan panjang dengan kanan kiri hutan adalah perjalanan paling horrorrrr buat saya. Apalagi saya tidak suka malam dan parno terhadap kegelapan. Hanya ada sesekali bapak-bapak yang menyalip kami, namun karena motor kami hanya motor matic, kecepatannya ya standar saja sih. Anyway, walaupun malam hari dan gelap sepi serta seram, jalan menuju kawah ijen terkenal paling aman dan tidak rawan begal. Salut! Untung jalannya ga kaya jalan menuju sabana Baluran. Jalan ke Kawah Ijen sudah halus dan mulus kaya paha personil JKT48, eh.
                Satu jam sudah kami melewati jalanan sepi bak uji nyali, sampailah di pos pendakian Kawah Ijen. Retribusi masuk per orangnya adalah Rp 5000,- dan biaya parkir motor juga Rp 5000,-. Sebelumnya banyak sekali pemandu-pemandu lokal yang menawarkan jasanya ada pula beberapa orang yang menyewakan masker oksigen, karena katanya kalau pakai masker biasa tidak bisa menahan bau gas belerang sehingga berbahaya bagi kesehatan. Nah karena kami ke Banyuwangi dengan alibi tugas pemanduan, kamipun menyewa jasa salah seorang pemandu lokal. Mas Saipul begitu ia akrab dipanggil. Beliau berusia sekitar 30 tahun. Beliau sangat pendiam, namun pertanyaan-pertanyaan kami selalu dijawab dengan mantap olehnya. Kebanyakan pemandu di Kawah Ijen merangkap sebagai penambang belerang, kata Pak Saipul, ada kurang lebih 40 pemandu lokal di Kawah Ijen. Setelah berkenalan dan basa basi singkat kami langsung melangkahkan kaki menyusuri jalanan menuju puncak Ijen. Pembukaan jalur pendakian Ijen tidak tentu waktunya, tergantung kondisi agar pendaki tetap aman. Kadang bisa pukul 2 malam baru dibuka, padahal blue fire yang  menjadi ciri khas Kawah Ijen menghilang sekitar pukul 5 dini hari.
Papan peringatan
                Banyak sekali pendaki yang naik bersama kami, padahal bukan weekend. Hal ini membuktikan betapa diminatinya Kawah ijen sebagai destinasi wisata. Hmm kira-kira setelah hampir kurang lebih 2 jam setengah kami tiba di puncak Ijen. Aaaaa paraahnya blue fire ga kelihatan dari puncak, so we should going down the creater. Padahal, sudah ada peringatan untuk tidak turun ke dalam kawah. Yah namanya manusia, peringatan kan untuk dilanggar, dalihnya. Toh kami pun turun juga. Nah ini nih fungsi pemandu. Pak Saipul membantu kami mencari jalan menuju titik-titik blue fire. Dari puncak menuju kawah sekitar 800 meter, dan medannya uwhh ekstrim pisan. Sebelum turun sebaiknya menyewa masker oksigen deh, biasanya disewakan sekitar Rp 25.000,-. Penting banget, biar napas tetap lancar karena bau belerang benar-benar menyengat.

Penambang Belerang
                Mulailah kami menyusuri jalanan menuju kawah. Sepanjang perjalanan, kami selalu berpapasan dengan penambang belerang. Saya takjub dengan para penambang, mereka hanya menggunakan pakaian seadanya dan kadang tanpa masker membawa belerang yang beratnya bisa berkilo-kilo. Dan taukah? Harga belerang perkilonya dipatok dengan harga Rp 800,-. Miris saya mendengar pemaparan Pak Saipul mengenai penambang belerang. Beruntunglah, sekarang sudah ada troli dari puncak, sehingga penambang belerang tidak perlu memanggul belerangnya terlalu jauh. Tapi tetap saja, harusnya harganya dinaikan, kan kasihan.
                Meninggalkan penambang belerang, kami sudah sampai di bibir kawah. Hanya ada beberapa spot blue fire kecil yang dapat kami lihat. Udara yang sangat dingin serta ngantuk membuat saya tidak lama-lama menikmatinya, banyak orang yang turut berkerumun juga membuat saya enggan berlama melihat blue fire. Pak Saipul mengambilkan kami beberapa batang belerang dan mengatakan bahwa kalau belerang itu dibakar akan keluar api biru. Kamipun membuktikannya dan walaaa mini blue fire terbentuk dari belerang yang dibawa Pak Saipul tadi.
blue fire. pict by Tegar
                Matahari mulai menampakan sinarnya, blue fire sudah menghilang sejak jam 5 dini hari, dan kawah belerang terlihat mempesona menyambut mentari pagi. Sekitar yang tadinya gelap mulai kelihatan dan menyombongkan relief-relief keindahannya. Kami pun berfoto-foto layaknya wisatawan pada umumnya. Lanjuttt menanjak untuk kembali turun. Iya menanjak dulu abis itu turun, struggle! Sepanjang perjalanan turun, mata akan disuguhkan pemandangan alam yang indah banget. Kalau beruntung bisa lihat lutung yang bergelantungan di pohon-pohon. Asik sekali.
                Finally nyampe bawah juga! Oh iya, menyewa jasa guide di Kawah Ijen sekitar Rp 150.000,- tapi itu manfaat banget yakin. Selain membantu perekonomian masyarakat lokal, kita juga bisa nanya-nanya banyak hal sama pemandu. Totally worthed.
                Hei perjalanan saya belum berakhir! Selamat menikmati tulisan saya, tunggu cerita tentang Red Island and Meru Betiri National Park yeahhh! Happy traveling human J


Pesona Pulau Tabuhan dan Menantangnya Taman Nasional Baluran


Wuhuuuuw akhir tahun yang menyenangkan dengan perjalanan yang luar biasa. I am deeply in love with BANYUWANGI. Bulan Desember 2015 kemarin, saya dan beberapa teman sekelas memutuskan mengadakan perjalanan ke Banyuwangi, sebenarnya tidak murni jalan-jalan sih. Lebih tepatnya menyelesaikan tugas kelompok pemanduan mereka, saya mah ngikut-ngikut aja. Diputuskanlah tanggal 16 Desember 2015 kami memulai trip ala-ala 5 cm kami. Sebelumnya, kami telah membeli tiket kereta untuk berangkat dan pulangnya. Cuma ada satu kereta dari Yogyakarta ke Banyuwangi yaitu kereta api Sri Tanjung dengan harga Rp 100.000,-. Jadi kalau di total sih tiket pp habis sekitar Rp. 200.000,-.
Rabu pagi kami berenam sudah siap tempur dengan perjalanan hampir 12 jam yang akan kami lalui. Nuha, Tegar, Mamang, Imboy, Miya dan Flora siap menuju pucuk tenggara pulau Jawa. Yuhuuuu!!
Penginapan 
Stasiun tujuan kami adalah stasiun Karangasem, kami memilih stasiun Karangasem karena merupakan stasiun yang cukup strategis dalam menjangkau beberapa objek wisata yang akan kami datangi. Pun juga, karena penginapan yang akan kami tempati tidak jauh dari stasiun tersebut. Tepat pukul 9 lebih 10 menit malam kami sudah sampai di stasiun Karangasem dan langsung merapat ke p

enginapan di belakang stasiun. Penginapan tersebut milik Ibu Dewi, sebelumnya kami telah menghubungi beliau sehingga setibanya di penginapan kami bisa langsung ambruk di kasur.
Hari pertama di Banyuwangi! Pagi-pagi sudah disambut dengan sarapan pagi di penginapan, serasa di rumahlah. Destinasi pertama kami adalah Pulau Tabuhan yang jarak dari penginapan sekitar 52 km dan kami tempuh sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Yup! Di penginapan Bu Dewi juga menyediakan penyewaan sepeda motor. Satu hari per satu motor adalah Rp 75.000,-. Karena kami berenam, jadi kami menyewa tiga motor. Lanjut ke first destination. Nah, awalnya kami gatau cara menuju pulau Tabuhan. Ada dua alternatif sebenarnya, yaitu melalui pantai watu dodol atau melalui pantai Bangsring. Kami memutuskan melalui pantai Bangsring.
pulau Tabuhan
Sebenarnya pantai Bangsring bukanlah sebuah tempat wisata karena belum memiliki izin wisata. Pantai Bangsring adalah zona perlindungan bersama, namun akibat banyaknya animo masyarakat yang ingin berwisata disana, akhirnya dibukalah beberapa spot untuk wisatawan. Jalan menuju pantai Bangsring sendiri tidak begitu kentara karena tidak adanya penunjuk jalan. Hanya ada baliho bertuliskan zona perlindungan kecil di sisi kiri jalan. Jika tidak seksama mengamati maka akan terlewat.
Tetapi, kita tetap berhasil sampai di lokasi. Di pantai Bangsring sendiri ada beberapa spot snorkeling tanpa harus menyeberang ke pulau Tabuhan. Juga ada rumah apung, tempat penangkaran hiu-hiu kecil.serta beberapa olahraga air ringan yang disewakan. Untuk menuju rumah apung, cukup membayar Rp. 5000,- untuk penyeberangan, dan jika ingin bersnorkeling, penyewaan alatnya Rp. 25.000,-. Karena tujuan utama kami adalah pulau Tabuhan, kami harus mengeluarkan sekitar Rp 450.000,- untuk biaya penyeberangan serta jasa pemandu sebesar Rp. 50.000,-. Berangkatlah kami menuju pulau kecil Tabuhan!
Sebenarnya saya sedikit kecewa, karena tidak sesuai dengan ekpektasi snorkeling saya heuheu. Tapi over all, menyenangkan! Semua perjalanan akan menyenangkan jika bersama sahabat terbaik bukan. Pulau Tabuhan dan pantai Bangsring sendiri mulai dibuka sebagai destinasi wisata baru pada awal tahun 2015 kata pemandu kami yang bernama pak Yitno. Masyarakat disini kebanyakan memakai bahasa madura dalam berkomunikasi, walaupun dekat dengan pulau Bali. Saya jadi heran, kenapa kok bisa gitu? Ya sudahlah. Anw, kekecewaan saya bertambah, karena melihat kondisi pulau dan laut yang banyak sampah bertebaran. Tidak sepenuhnya dari wisatawan yang datang sih, bisa saja sampahnya berasal dari sampah-sampah yang hanyut dari pulau bali, pelabuhan atau banyuwangi sendiri. Sayang banget. Padahal jika tidak ada sampah, terumbu karang di pulau Tabuhan juga lumayan bagus untuk dieksplor.
penangkaran hiu, rumah apung
Puas mainan air di pulau Tabuhan, kami kembali ke daratan di pantai bangsring. Eh tapi sebelumnya, mampir dulu di rumah apung untuk melihat penangkaran hiu. Hampir sama kaya di pulau Menjangan Besar di Karimun Jawa. Bedanya spotnya lebih kecil. Dan kata pak Yitno, hiu-hiu itu diambil dari laut disana ketika malam hari, sebenarnya saya agak sedikit bingung dengan penjelasan beliau hehe. Sayang banget lagi! Sampah lagi, sampah lagi. Its destroy everything lah. Kasihan hewan-hewan di penangkaran kalau laut sekelilingnya penuh sampah. Saya saja jijik untuk menyelam disana. Tapi, masyarakat disana sudah berusaha mengurangi sampah di daerahnya kok. Mereka juga melakukan pembibitan terumbu karang. Kebetulan kemarin kami sempat melihat mereka menurunkan tempat pembibitan terumbu karang tersebut.
Rencana awal kami sih setelah dari pulau Tabuhan langsung balik ke penginapan. Namun, karena jarak ke Baluran Cuma satu jam, akhirnya kami tergoda dan memutuskan untuk langsung meluncur ke Baluran!
Setelah satu jam melakukan perjalanan, yuhuuuuu welcome to Baluran national Park! Sabananya Indonesia, little Kenya-nya Indonesia. walaupun katanya sabana di Sumba lebih bagus. But, Baluran pun tak kalah membuat saya takjub! Wee ga cukup tiba di pos Baluran, kita butuh sekitar satu jam untuk menuju sabana-nya. Daaaaannn jalaaannnyaa, kaya peyek kacang lah ya! Butuh kekuatan ekstra untuk melewati jalan dari pos menuju sabana. Apalagi kami semua menggunakan motor matic. Struggle!
Taraaa, setelah berkutat dengan jalanan yang awesome nan menantang. Halah. Akhirnya kami tiba di sabana bekol uwuuww! Tapi sebelum menyusuri sabana, kami makan dulu! Makan nasi Tempong! Nasi khas Banyuwangi, nasi yang terdiri dari sambal, ayam, ikan asin, sayur dan tempe tahu ini lumayan mengisi perut yang kosong. Puas makan, segera kita naik ke gardu pandang dan foto-foto (perilaku wisatawan) di Baluran. Sayang kami ga ketemu badak maupun banteng huhu. Baluran adalah salah satu spot yang akan saya kunjungi lagi ketika saya ke Banyuwangi!

Waktu semakin berlari mengejar malam, hais hehe. Akhirnya kami memutuskan untuk balik ke Penginapan. Hujan deras ditemani jalanan Baluran yang ekstrem menjadi cerita lain dalam perjalanan kami pulang. see ya on Banyuwangi page two ya! Salam Jelajah!
sabana bekol

Baluran

Gunung Batur, Tiktok Satu Hari Saat Kuningan

Perjalanan ini sungguh perjalanan tak direncanakan. Pumpung libur dari internship, aku mengajak beberapa temanku di Bali untuk mendaki gunu...